Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), masih mengundang pro dan kontra di masyarakat sejauh ini.
Namun terlepas dari pro kontra tersebut, sejatinya Perpres TKA tersebut dinilai merupakan salah pintu yang bisa menggenjot investasi jasa konstruksi, khususnya di sektor infrastruktur.
"Kalau kita tarik ke Sumut, ya Perpres TKA itu membukakan pintu untuk derasnya masuk arus investasi di sektor infrastruktur," ujar Ketua Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (Akaindo) Sumut Viktor Silaen kepada Medanbisnisdaily.com di Medan, Rabu (2/5/2018).
Sebagaimana saat ini, kata Viktor, Provinsi Sumut membutuhkan investasi asing untuk pembangunan infrastruktur yang mendesak bagi Sumut itu sendiri. "Ini bukan juga sesuatu yang baru, dan memang investasi asing sangat kita butuhkan," katanya.
Dia mencontohkan ruas jalan tol yang saat ini sudah diprogramkan dan direncanakan pemerintah, membutuhkan investasi asing sebagai konsekuensi dari terbatasnya anggaran pemerintah.
Kemudian di sektor energi listrik dan gas, termasuk untuk penyediaan jaringan air minum dan irigasi. "Batalnya SPAM Regional Mebidang kemarin adalah salah satunya gara-gara ketiadaan anggaran," ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan Viktor, Perpres TKA itu lebih pada pemberdayaan dan penyerapan tenaga kerja dalam negeri. "Ini kalau kita meninjau Perpres TKA itu dari prespektif investasi, justru untuk penyerapan tenaga kerja dalam negeri sehubungan dengan derasnya arus investasi," sebutnya.
Apalagi untuk jasa konstruksi, yang salah satu output utamanya infrastruktur, tidak terganggu dengan hadirnya Perpres TKA. Sebab di sektor konstruksi, sudah diatur dengan jelas keberadaan dalam konteks berapa nilai proyek infrastruktur yang bisa digarap tenaga kerja asing.
Kemudian jika dikaitkan dengan kesepakatan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), sudah tidak terelakkan lagi hadirnya tenaga kerja asing. Hanya saja jelas ada batasan peran mereka agar tidak mematikan kontraktor lokal, misalnya dengan nilai proyek di atas Rp 100 miliar dan harus juga bermitra dengan pengusaha lokal.
Sebaliknya, kontraktor dalam negeri juga dapat melakukan hal yang sama ke negara asing. "Ada banyak juga kita begitu dengan asing, bahkan beberapa BUMN konstruksi sudah menggarap proyek di negara asing, termasuk sejumlah kontraktor bahkan konsultan," katanya.