Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta. KPK menyelipkan pesan untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam operasi tangkap tangan (OTT) politikus Demokrat Amin Santoso. KPK berharap pemerintahan Jokowi segera membangun sistem penyusunan APBN dan RAPBN-P lebih transparan untuk menghindari suap.
"Mudah-mudahan sistem dibangun cepat, dulu Presiden Jokowi pas kampanye inginkan itu, e-perizinan. Kami sadar sekali itu nggak serta merta hilang korupsi, ada perizinan online, ngeklik supaya izin kluar harus orang ngadep dulu, itu masih ada," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (5/5).
Agus menekankan perbaikan sistem yang paling baik adalah mengedepankan transparansi. Rakyat harus tahu bagaimana proses penyusunan anggaran.
Jadi kalau jauh-jauh hari misalkan proses itu begini, pertama kalau nyusun anggaran awal ada pagu ajudikatif, nanti ada pembicaraan tripartit antara Kemenkeu, Bappenas dengan KL terkait. Nah itu mestinya semua proses itu jangan rakyat kemudian tidak tahu," ujarnya.
Dia menyatakan transparansi diperlukan agar ada pengawasan yang baik dalam proses penganggaran. Lewat sistem yang transparan, masyarakat bisa mengikuti perkembangan anggaran yang diusulkan pemerintah ke DPR.
"Itu mestinya jauh-jauh hari diinformasikan dengan rancangan bagus apalagi kalau sudah tadi tripartit tadi. Karena sudah ada keputusan pemerintah untuk mengajukan ke DPR ya ke legislatif. Mestinya pembicaraan pemerintah dan legislatif pun rakyat juga bisa mengikuti perkembangannya yang diusulkan pemerintah apa kemudian dibicarakan DPR seperti apa kenapa kemudian keputusannya misalkan diputuskan kegiatan ini," ucap Agus.
Amin Santono yang merupakan anggota Komisi XI DPR itu ditetapkan KPK sebagai tersangka suap terkait RAPBN-P 2018. Ia diduga menerima duit suap senilai Rp 500 juta dari total commitment fee senilai Rp 1,7 miliar. Suap itu untuk memuluskan pembahasan salah satu proposal proyek yang diterimanya dari pihak swasta.
"Jadi ada pihak swasta, rekanan dari daerah kemudian mengajukan proposal proyek pada anggota DPR RI. Anggota DPR RI ini berkoordinasi dengan pihak Kementerian Keuangan (Yaya Purnomo, yang juga menjadi tersangka) terkait dengan usulan nanti pembahasan di APBN Perubahan 2018. Jadi fungsi mereka adalah diduga bersama-sama menerima ini," kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka. Amin bersama 2 orang lain diduga sebagai penerima suap dari kontraktor bernama Ahmad Ghiast.
"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan 4 orang tersangka, yaitu diduga sebagai penerima AMS (Amin Santono), Anggota Komisi XI DPR RI, EKK (Eka Kamaluddin), swasta atau perantara, YP (Yaya Purnomo), Kasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (5/5). (dtc)