Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Bantul - DPR RI lewat panja RUU Antiterorisme sedang membahas revisi UU nomor 15 tahun 2003, salah satu yang dibahas adalah definisi terorisme. Hingga kini memang sejumlah pihak di panja RUU Antiterorisme belum menuai kata sepakat.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap, definisi terorisme hasil revisi UU nomor 15 tahun 2003 atau UU Antiterorisme tersebut haruslah spesifik. Agar definisi tersebut tidak menjadi pasal karet di kemudikan hari.
"Definisi teror ya harus spesifik, supaya tidak semua perbuatan yang menciptakan ancaman dan kekerasan itu identik dengan terorisme. Sehingga tidak menjadi pasal karet," kata Haedar kepada wartawan di UMY, Kamis (24/5/2018).
Selanjutnya, Haedar berharap di dalam revisi UU Antiterorisme tersebut mengedepankan pendekatan-pendekatan yang komprehensif. Supaya penindakan terorisme terstruktur dari hulu sampai hilir.
"Nah, kalau betul ada akar terorisme yang bersumber pada paham radikal apa saja, itu maka sumber-sumber radikal itu harus kita cegah. Tapi cegahnya harus dengan pendekatan (soft approach dan hard approach)," ucapnya.
Haedar menegaskan bahwa dia sepakat bahwa terorisme mengancam kemanusiaan, masyarakat, dan negara. Namun karena Indonesia adalah negara hukum, maka penindakan terorisme harus mengacu kepada hukum yang berlaku.
"Saya percaya jadi DPR dengan tenang itu kemudian mengambil keputusan yang terbaik dalam konteks pencegahan dan tindakan terhadap terorisme yang kembali (muncul)," tandasnya. dtc