Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. DPR telah mengesahkan UU Antiterorisme. Ketua Setara Institute Hendardi meminta aparat tak lagi mencari alasan kesulitan mendeteksi teroris.
"RUU telah baru saja disahkan. Dengan demikian secara de jure, tidak ada lagi alasan bagi aparat keamanan merasa kesulitan mendeteksi pontensi-potensi terorisme, sebagaimana sebelumnya," ujar Hendardi saat diskusi bertema 'Pemberantasan Terorisme' di Warung Daun, Jalan Cikini Raya, Jakarta, Sabtu (26/5).
Meski begitu, Hendardi berharap perpres yang akan mengatur pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme tak bertentangan dengan UU Antiterorisme. Sebab, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pernah menyampaikan pihaknya bisa melakukan operasi sendiri dari pencegahan, penindakan, dan pemulihan.
"Padahal jelas dalam RUU tersebut leading sector dari pemberantasan terorisme adalah BNPT yang beroperasi dalam kerangka sistem peradilan pidana, lalu Polri penegak hukum utama, dan TNI hanya menjalankan peran perbantuan," jelas Hendardi.
Untuk tindakan Polri, Hendardi mengaku perlu pembentukan tim pengawas untuk menilai kerja polisi melakukan tindakan terorisme. Sebab, saat UU Antiterorisme belum disahkan, tindakan Polri berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
"DPR memang akan membentuk tim pengawas yang bekerja secara berkelanjutan tetapi DPR badan politik, pengawas independen atau mekanisme akuntabilitas lain tetap dibutuhkan. Karena itu tindakan Polri memberantas teroris harus akuntabel dan profesional," tutur Hendardi.
RUU Antiterorisme disahkan DPR melalui rapat paripurna pada Jumat (25/5). Ketua Pansus RUU Antiterorisme M Syafii melaporkan hasil pembahasan.
Syafii menjelaskan hal-hal baru yang dimuat dalam RUU Antiterorisme, yaitu jenis bahan peledak, dapat memproses orang yang mengikuti pelatihan militer atau paramiliter atau latihan lain, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme. (dtc