Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta - Likuiditas perbankan dikhawatirkan berbagai pihak akan semakin ketat.
Hal itu juga yang dilihat oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah menjelaskan, risiko
pengetatan likuiditas tercermin dari kenaikan rasio antara penyaluran
kredit dengan penerimaan dana atau loan to deposit ratio (LDR).
Tercatat LDR perbankan pada Maret 2018 di level 89,1% kemudian naik di
April 2018 menjadi 89,86%.
"Peningkatan LDR lebih karena pertumbuhan kredit naik dari 8,54% jadi
8,94%. Sementara pertumbuhan DPK juga naik dari 7,66% jadi 8,06%, tapi
kecepatan kenaikannya tidak secepat kredit, sehingga LDR naik.
Biasanya tren seperti ini perlahan pasti bank membutuhkan dana,"
tuturnya di Kantor LPS, Jakarta, Rabu (6/6).
Selain itu pengetatan likuiditas perbankan dipengaruhi juga keluarnya
dana asing baik dari pasar modal maupun pasar surat berharga negara
(SBN) dengan total mencapai Rp 27 triliun. Kondisi itu mengurangi
ketersediaan likuiditas di sistem perbankan.
Selain itu volatilitas juga memberikan sumbangsih. Pelemahan rupiah
akan menahan keinginan pemilik dana menabung dalam denominasi rupiah
di perbankan.
LPS juga melihat adanya penurunan penempatan dana perbankan di
instrumen Bank Indonesia (BI). LPS mencatat saat ini dana perbankan di
instrumen BI turun dari posisi awal tahun Rp 556 triliun menjadi Rp
380 triliun.
"Jadi tentu saja ketika terjadi kenaikan pemberian kredit, likuiditas
di perbankan menurun. Ditambah volatilitas pasar valas dan adanya
outflow dana asing. Ini mengapa kami sebut risiko pengetatan
likuiditas meningkat," tambahnya.
Meski begitu dia yakin kondisi likuiditas perbankan akan melonggar di
semester kedua tahun ini. Sebab kenaikan suku bunga acuan BI 7 Days
Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75% dipercaya
akan mendorong deposan menempatkan kembali dananya di perbankan.
"Selain itu di semester II tahun ini dengan semakin aktifnya
pengeluaran pemerintah, kita berharap likuiditas akan tertolong.
Biasanya ekspansi fiskal di semester II akan lebih tinggi," ujarnya.
(dtf)