Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Ankara
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan yang menjabat sejak tahun 2014 akan menghadapi lima capres lainnya dalam pilpres 24 Juni mendatang. Apakah ada kemungkinan bagi Erdogan untuk kalah dalam pilpres kali ini?
Seperti dilansir CNN, Jumat (22/6/2018), Erdogan selama ini selalu menang dalam pemilu. Dia pernah menjabat Perdana Menteri Turki selama tiga periode dari tahun 2003 hingga 2014. Lalu sejak tahun 2014, Erdogan menjabat Presiden Turki.
Kemudian dalam referendum konstitusi tahun lalu, yang menghapuskan jabatan Perdana Menteri dan menciptakan wewenang kepresidenan yang sangat kuat, Erdogan juga menang tipis. Dibutuhkan kemenangan dalam pilpres pada 24 Juni nanti, agar wewenang kepresidenan kuat itu terwujud. Jika Erdogan menang, Turki akan dipimpin oleh pemimpin yang sangat berkuasa.
Lima capres yang menjadi penantang Erdogan adalah anggota parlemen Muharrem Ince (54) dari Partai Rakyat Republik (CHP), satu-satunya kandidat wanita dan mantan Menteri Dalam Negeri Meral Aksener (61) dari Partai Good (IYI), Selahattin Demirtas (45) dari Partai Demokratik Rakyat (HDP), Dogu Perincek (76) dari Partai Patriotik (Vatan) dan Temel Karamollaoglu (77) dari Partai Felicity (Saadet).
Seperti apa peluang Erdogan untuk menang pilpres?
CNN menyebut peluang Erdogan menang pilpres 24 Juni cukup baik. Erdogan memimpin dalam berbagai survei pilpres. Namun dalam perpolitikan Turki, tidak ada yang pasti.
Erdogan dinilai memiliki sejumlah keuntungan sebagai kandidat incumbent. Aksi keras pemerintah Turki terhadap media usai upaya kudeta tahun 2016 telah memberi kesempatan pada Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang menaunginya, untuk mengendalikan situasi.
Para pengkritik Erdogan dipenjara dan para pejabat Komisi Pemilu Turki yang ditunjuk Erdogan merupakan para pejabat pro-pemerintahan Turki.
Kendati demikian, ada oposisi yang kuat dan kebanyakan survei memprediksi pilpres berlanjut ke putaran kedua. Diketahui jika tidak ada kandidat yang meraih suara mayoritas dalam pilpres 24 Juni, maka akan berlanjut ke putaran kedua yang diikuti dua kandidat teratas pada 8 Juli mendatang.
Di sisi lain, para kandidat oposisi telah menemukan cara baru masing-masing. Mereka memanfaatkan kekuatan media baru untuk menyebarkan pesan dan janji kampanye mereka. Disebutkan CNN bahwa pilpres Turki bukanlah arena bermain, dengan suara pemilih tidak biasanya dicurangi dan kecurangan pilpres sangat minim. Pengamat terkenal di Turki, Asli Aydintasbas, pernah menyatakan: "Turki bukan Rusia."
Apa isu-isu penting dalam pilpres Turki?
Pada dasarnya ada tiga isu utama yang menjadi fokus dalam pilpres, yakni isu ekonomi, isu Kurdi dan isu Suriah.
Untuk isu ekonomi, Erdogan selama ini bergantung pada pencapaian ekonomi untuk memenangkan pemilu. Tapi tahun ini, sebut CNN, tidak akan mudah bagi Erdogan. Nilai tukar mata uang Lira cenderung lemah beberapa waktu terakhir, angka inflasi melambung dan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya pesat kini melambat.
Isu Kurdi bisa menjadi faktor melemahkan bagi Erdogan dalam pilpres kali ini. Selama ini, Erdogan dan AKP yang menaunginya sangat gencar memerangi kelompok separatis Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dinyatakan sebagai organisasi teroris. Gempuran terhadap markas PKK di Irak ditingkatkan menjelang pilpres.
Namun pada saat yang sama, suara dari populasi Kurdi di Turki, khususnya bagian tenggara, sangat vital bagi Erdogan. Suara warga Kurdi cenderung terpecah antara AKP dengan HDP yang pro-Kurdi. Aliansi baru antara AKP dengan Partai Pergerakan Nasionalis (MHP), yang keras menentang Kurdi, berpotensi mengikis dukungan warga Kurdi di Turki untuk Erdogan.
Jika ternyata HDP mampu meraih setidaknya 10 persen suara dari total suara yang masuk, partai ini akan memiliki perwakilan di parlemen dan berarti AKP akan kehilangan dominasinya.
Isu Suriah menjadi penting dalam pilpres Turki karena banyak pengungsi Suriah yang tinggal di negara ini. Sejumlah partai menyatakan harapan untuk memulangkan para pengungsi Suriah ke negara asalnya.
Namun keterlibatan Turki dalam konflik Suriah dan gencarnya pertempuran melawan PKK telah memicu banyak serangan terorisme dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi para pemilih Turki dalam memilih presiden dan parlemen selanjutnya.(dtc)