Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Harga rokok saat ini dinilai terlalu murah. Faktor tersebut dianggap membuat banyak masyarakat miskin mengkonsumsi rokok. Padahal data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan rokok sebagai salah satu penyumbang terbesar terhadap angka kemiskinan.
Berdasarkan hasil survei Komnas Pengendalian Tembakau dan Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKIS-UI), mereka menilai seharusnya harga rokok naik ke kisaran Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per bungkus.
Anggota tim peneliti PKS-UI Renny Nurhasanah menyampaikan banyak responden bakal berhenti merokok jika harga jualnya Rp 60.000 sampai Rp 70.000 per bungkus.
"Sebanyak 66% dari 404 responden perokok akan berhenti membeli rokok apabila harga rokok naik menjadi Rp 60.000 per bungkus, dan sebanyak 74% dari 404 responden perokok mengatakan akan berhenti merokok apabila harga rokok naik menjadi Rp 70.000 per bungkus," katanya di Hotel Akmani, Jakarta Pusat, Selasa (17/7).
Menurutnya, hasil survei tersebut menunjukkan dukungan positif dari para perokok terhadap kenaikan harga secara signifikan dibanding harga rokok yang sekarang ada, di kisaran Rp 17.000 per bungkus.
Dalam acara yang sama, Chief of Communications and Partnership, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) Ruddy Gobel, menyampaikan kenaikan harga rokok bisa jadi solusi agar konsumsi rokok oleh masyarakat miskin berkurang.
"Kami setuju pemerintah menaikkan harga rokok setinggi mungkin sebagai salah satu langkah konkrit untuk mengurangi konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin," ujarnya.
Dengan demikian, biaya yang selama ini dikeluarkan masyarakat miskin untuk rokok bisa digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat, yang ujung-ujungnya bisa membantu keluar dari garis kemiskinan.
"Pengeluarannya dapat dialihkan untuk konsumsi makanan bergizi, biaya pendidikan dan kesehatan yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada upaya pengentasan kemiskinan" tambahnya.(dtf)