Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Tindakan tegas Polda Metro Jaya yang menembak mati 11 pelaku kejahatan mendapat kritikan dari lembaga Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). ICJR menilai 11 orang tersebut meninggal tanpa melalui proses peradilan.
"ICJR meminta agar dilakukan penyelidikan yang serius terhadap penembakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang menyebabkan 11 orang meninggal dunia tanpa diadili melalui pengadilan," kata Direktur Eksekutif ICJR, Anggara, dalam keterangannya kepada detikcom, Rabu (18/7/2018).
11 Orang tersebut ditembak mati oleh jajaran Polda Metro Jaya selama Operasi Kewilayahan yang digelar selama tanggal 3-12 Juli lalu, sebagai upaya cipta kondisi menjelang Asian Games. Total ada 643 kasus kejahatan yang diungkap jajaran Polda Metro Jaya dan menangkap 320 orang pelaku. Dari 320 pelaku, 11 di antaranya ditembak mati dan 42 pelaku lainnya ditembak di bagian kakinya.
Penggunaan senjata api oleh aparat polisi memang diperbolehkan dalam keadaan tertentu. Penggunaan senjata api diatur dalam Peraturan Kapolri No 1 Tahun 2009, yang di dalamnya secara tegas dan rinci menjabarkan dalam situasi apa penembakan itu dilakukan, termasuk prinsip-prinsip apa saja yang harus dipegang tegu aparat polisi dalam melakukan upaya tegas tersebut.
"Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perkap 1/2009, sebelum memutuskan untuk melakukan penembakan dengan senjata api, aparat wajib mengupayakan terlebih dahulu tindakan seperti perintah lisan, penggunaan senjata tumpul, senjata kimia seperti gas air mata atau semprotan cabe. Setelah segenap upaya tersebut dilakukan, aparat kepolisian baru diperbolehkan menggunakan senjata api atau alat lain dengan tujuan untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka," paparnya.
Upaya penembakan dilakukan jika hanya pelaku memberikan ancaman yang sifatnya dapat mengakibatkan luka parah atau kematian anggota polisi atau masyarakat. Dengan kata lain, penggunaan senjata api merupakan upaya yang paling terakhir (last resort) dan sifatnya adalah melumpuhkan bukan mematikan.
"Upaya penembakan dengan senjata api hanya dapat dilakukan oleh anggota Polri ketika ia tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut atau ketika anggota Polri tersebut sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat," sambungnya.
Pembunuhan di luar putusan peradilan (extra-judicial killing) oleh aparat polisi, menurutnya, merupakan suatu pelanggaran yang serius. Sebab, setiap orang memiliki hak untuk membuktikan dirinya bersalah atau tidak di pengadilan.
"Hak-hak tersebut jelas tidak akan terpenuhi apabila para tersangka "dihilangkan nyawanya" sebelum proses peradilan dapat dimulai. Penuntutan terhadap perkara tersebut akan otomatis gugur karena pelaku meninggal dunia," imbuhnya.
Karena itu, ICJR meminta seluruh pihak terkait untuk melakukan penyelidikan mengenai tewasnya 11 pelaku kejahatan itu. ICJR juga mendorong setiap pihak yang terlibat dalam kasus itu bisa diproses secara tepat.
"ICJR mendorong kepada Mabes Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Ombudsman RI untuk menyelidiki dengan serius tindakan penembakan dari aparat kepolisian dalam operasi tersebut. ICJR juga dengan tegas meminta agar para pihak yang bertanggungjawab dapat diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku dan bagi korban yang dirugikan atau keluarganya dapat diberikan ganti kerugian," pungkasnya.dtc