Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS terus memburuk seiring melemahnya kurs mata uang negara berkembang lainnya. Sejak sesi perdagang Jumat (31/8/2018) pagi hingga menjelang siang, rupiah menembus level terburuknya dalam beberapa bulan terakhir, Rp14.750/dolar AS.
Ekonom Sumut Gunawan Benjamin mengungkapkan, terpuruknya rupiah tersebut karena pelaku pasar kembali mengkhawatirkan perkembangan terkini dari Argentina yang mengalami krisis.
"Krisis yang terjadi di Argentina menambah deretan panjang negara yang mengalami kesulitan likuiditas," katanya di Medan.
Setelah sebelumnya ada Turki dan Venezuela yang juga mengalami krisis dimana mata uangnya terperosok sangat dalam. Beberapa masalah lainnya yang dikhawatirkan adalah kemungkinan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS yang sangat mungkin dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Sentral AS dalam waktu dekat.
Runtuhnya kepercayaan pelaku pasar terhadap kondisi mata uang di negara berkembang memang terus terjadi belakangan ini. Secara beruntun banyak Negara yang mengalami kesulitan likuiditas yang mengakibatkan tekanan terhadap mata uang di negara bekembang lainnya.
Menurut Gunawan, mata uang dolar AS yang menguat saat ini sebenarnya tidak ditopang dengan indeks dolarnya sendiri. Besaran indeksnya US Dolar justru anjlok sekarang di kisaran 94. Lebih rendah dari posisi dua pekan lalu yang sempat menyentuh level 96,86.
"Biasanya kinerja mata uang lain terhadap dolar AS ini kerap linier dengan besaran indeksnya," jelasnya.
Begitupun, kondisi fundamental negara yang mengalami krisis menjadi yang paling dominan mempengaruhi kinerja rupiah pada perdagangan hari ini. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh buruknya kinerja mata uang negara masing-masing, yang sangat memperngaruhi negara lainnya. Kalau berkaca kepada kondisi ekonomi di AS sendiri, justru Presiden AS, Donald Trump belakangan tidak menginginkan kenaikan suku bunga acuan.
Namun sayang, hal tersebut justru diperburuk dengan kondisi ekonomi di negara lain yang membuat rupiah sulit dikendalikan.
"Pendekatan kebijakan yang akan diambil, saya rasa masih mengandalkan penyesuaian besaran suku bunga acuan oleh Bank Indonesia nantinya. Atau mungkin melakukan intervensi di pasar keuangan," ungkapnya.
Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah defisit neraca perdagangan RI. Masalah yang satu ini bisa dilakukan dengan cara mengurangi ketergantungan impor BBM. Namun konsekunesinya berat, yakni menaikkan harga BBM di tanah air.