Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Perkembangan perusahaan financial technology (fintech) di Indonesia semakin pesat. Namun, hal tersebut belum diiringi dengan pengetahuan masyarakat akan resiko yang dihadapi jika masyarakat lebih memilih untuk pinjam uang dari Fintech.
Kepala Departemen Group Inovasi Digital dan Keuangan Mikro Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Triyono Gani mengatakan, masyarakat perlu paham soal kewajiban dan hak dalam fasilitas dan skema pembayaran.
"Hal yang jelas itu gini, nasabahnya itu harus tahu soal denda apa saja jika telat bayar," kata dia saat bertemu dalam bincang santai dengan awak media di Gedung Wisma Mulia, Fintech Center OJK, Jakarta Selatan, Rabu (12/9/2019).
Selain itu ia juga menjelaskan, perusahaan fintech juga berkewajiban untuk memberikan informasi secara transparan soal skema pencairan uang sampai proses pembayaran. Mulai dari denda dan sanksi, jika skema pengembalian tidak dilakukan sesuai dengan perjanjian.
"Dengan adanya peraturan dari OJK, mengenai skema keuangan digital ini menuntut transparansi. Itu harus betul-betul dikedepankan," jelas dia.
Triyono menjelaskan, ada kewajiban dari fintech untuk mengedukasi nasbahnya mengenai hak dan kewajiban apa yang bisa nasabahnya dapatkan.
"Ada kewajiban edukasi jadi yang namanya fintech ada edukasi terhadap nasabahnya jadi tidak boleh menjual kepada yang tidak tepat. Jadi orang harus sadar dan mengerti sementara soal surat kegiatan (legalitas) platform itu harus jelas (terdaftar legal di OJK)," ujar dia.
Sebagai informasi OJK sudah membuka fintech center di Gedung Wisma Mulia 2 Jakarta Selatan untuk memfasilitasi Perushaan fintech agar beraktivitas legal di Indoensia.
Hingga saat ini OJK mencatat ada 64 perusahaan fintech yang sudah terdaftar hingga Juni 2018. Angka ini bertambah dibandingkan posisi sebelumnya sebanyak 54 fintech.
Sampai saat ini, baru satu perusahaan fintech yang mendapatkan izin, yakni Danamas dan yang terakhir terdaftar (8 Juni 2018) adalah Kreditcepat.
Sedangkan sampai April 2018, industri peer to peer lending (fintech lending) sudah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 5,42 triliun pada April 2018. Nilai tersebut meningkat 111,23% dibandingkan Desember 2018.
Sedangkan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) dari fintech lending mencapai 0,53% pada April 2018. Nilai tersebut menurun dibandingkan Desember 2017 yang mencapai 0,99%.(dtf)