Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani menilai penanganan bencana di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) lambat ditangani oleh pemerintah. Apa tanggapan Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita?
Agus mengatakan, Kementerian Sosial melakukan upaya penanggulangan bencana di bidang perlindungan sosial secara simultan di Sulawesi Tengah dan juga Nusa Tenggara Barat (NTB) yang diguncang gempa bulan lalu. Dia mengatakan, penanganan korban bencana gempa bumi dan tsunami di Sulteng pada masa tanggap darurat ini berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar untuk pengungsi.
"Sementara pada saat yang sama proses rehabilitasi di NTB juga tetap mendapatkan perhatian penuh dari Kemensos RI," kata Agus dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/10/2018).
Agus mengatakan, terkait penanganan bencana gempa bumi dan tsunami di Sulteng di masa tanggap darurat ini, Kementerian Sosial telah mengaktivasi Sistem Penanggulangan Bidang Perlindungan Sosial, mengerahkan Tagana dan relawan sosial, pemberian bantuan pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan sosial, advokasi serta layanan dukungan psikososial.
Dia menambahkan, pihaknya juga telah bekerjasama dengan Tim Kesehatan Provinsi Gorontalo dan Universitas Tadulako, membuka Posko di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari Klaster Pengungsian dan Perlindungan Sosial, Tim LDP dan Klaster Kesehatan.
"Kami juga berfokus pada upaya memenuhi kebutuhan dasar berupa pangan, sandang dan tempat tinggal sementara dengan mendirikan posko pengungsian," katanya.
Dikatakan Agus, hingga Jumat (5/10) kemarin, sebanyak 14 dapur umum lapangan sudah didirikan, terdiri dari 10 dapur umum di Palu, dua dapur umum di Donggala, dan dua dapur umum di Sigi.
"Dapur Umum memproduksi 68.000 bungkus perhari dan akan terus ditingkatkan kapasitasnya sehingga dapat menjangkau lebih banyak pengungsi. Selain itu juga terdapat dapur mandiri yang dikelola oleh masyarakat dengan pasokan logistik dari Kemensos," terangnya.
Agus juga mengatakan, Kementerian Sosial juga melaksanakan Layanan Dukungan Psikososial (LDP) di sembilan titik, yakni di Kelurahan Tatura Kecamatan Palu Selatan, Kelurahan Lere Kecamatan Palu Barat, Lapangan RRI Kota Palu, Desa Lore Saluran Kabupaten Donggala, Lapangan Rumah Jabatan Gubernur Sulteng, Aula Dinas Sosial Provinsi Sulteng, Kelurahan Mpano Kabupaten Sigi.
"Kegiatan yang dilakukan di antaranya terapi rekreasional, community based, dan asesmen dengan pendekatan kelompok. Tim LDP juga melakukan pendataan pengungsi berdasarkan usia, jenis kelamin, kategori (kepala keluarga, ibu rumah tangga) dan kelompok rentan di RS Undata, Polda Sulteng, Lapangan Belakang Universitas Tadulako. Selanjutnya melakukan pembagian tugas pemetaan lokasi pengungsi, pendataan korban meninggal, pengolahan data dan menghimpun aduan masyarakat," jelas Agus.
Agus menambahkan, Tim LDP terdiri dari Tim LDP Kemensos, Psikolog Unhas, Tim LDP World Vision Indonesia, Psikolog Universitas Maranata Bandung, dan STKS Bandung. Jumlah anak yang dilayani hingga Kamis (4/10) sebanyak 1.393 anak dan 40 remaja.
"Kemudian terkait dengan upaya perlindungan terhadap kelompok rentan yakni anak-anak, penyandang disabilitas dan lansia, maka telah didirikan Posko Rehabilitasi Sosial terdiri dari Sekber Perlindungan Anak di Dinas Sosial Provinsi Sulteng dan Posko Rehabilitasi Sosial Kemensos Nipotowe," terangnya.
Gerindra menilai pemerintah lamban dalam menangani gempa di Donggala dan Palu, Sulawesi Tengah. Pemerintah dianggap kelelahan setelah adanya gempa Lombok.
"Dalam kasus Palu dan Donggala, saya merasa pemerintah lambat dalam menangani itu. Pemerintah seperti kelelahan Lombok, kemudian bencana Palu dalam waktu dekat," kata Sekjen Gerindra Ahmad Muzani di Hotel Santika Depok, Jawa Barat, Jumat (5/10/2018).
Dalam penanganan bencana di Sulteng, pemerintah dinilai ketinggalan dalam layanan tanggap darurat. Apalagi sempat terjadi penjarahan yang memperburuk situasi.
"Apa yang terjadi, pemerintah seperti ketinggalan layanan tanggap darurat, seperti pemerintah mengizinkan rakyatnya mengambil bahan makanan. Di satu sisi, itu adalah kedaruratan yang mungkin memotong kebutuhan yang sangat mendesak. Namun di sisi lain, itu adalah pendidikan yang salah dalam kedaruratan itu," paparnya. (dtc)