Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkolaborasi dan terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah dan Bank Indonesia (BI), dalam menyiapkan berbagai kebijakan yang diperlukan. Hal ini dilakukan OJK untuk menghadapi tekanan ekonomi global.
"Tentu saja kita tidak tinggal diam dengan situasi ini. pemerintah, BI, dan OJK telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah serta terus memantau perkembangan ekonomi yang terjadi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangannya, Rabu (10/10/2018).
Beberapa langkah yang dilakukan oleh OJK seperti memberikan insentif kepada perbankan, untuk pembiayaan kepada industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor, serta industri pariwisata, termasuk melakukan LPEI, dan fasilitas pembiayaan pasar modal untuk 10 tempat wisata baru.
Wimboh mengatakan, sektor jasa keuangan perlu bersiap diri menghadapi tekanan ekonomi global, karena meningkatnya suku bunga global berpotensi diikuti oleh kenaikan suku bunga domestik.
"Bank dan perusahaan pembiayaan perlu mengerahkan usaha ekstra untuk melakukan efisiensi. Sampai taraf tertentu hal ini akan mengurangi dampak kenaikan suku bunga pinjaman yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," jelasnya.
Selain itu, OJK juga terus melakukan pendalaman pasar keuangan dengan jalan meningkatkan sisi suplai dibanding permintaan, serta memberikan infrastruktur yang mendukung.
Menurutnya, kondisi industri jasa keuangan saat ini sangat solid, didukung dengan data pemodalan yang cukup kuat, likuiditas yang baik, dan tingkat risiko yang terkendali. Rasio kecukupan modal perbankan terjaga di level 23%.
Tingkat pemodalan perusahaan asuransi yang berada di atas threshold. Sementara itu likuiditas perbankan dalam kondisi yang cukup, excess reserve perbankan mencapai sekitar Rp 518 triliun. Hal ini memberikan buffer yang cukup bagi sektor jasa keuangan untuk bertahan menghadapi tekanan.
Selanjutnya, intermediasi sektor jasa keuangan juga menunjukkan tren yang meningkat. Pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,12% dari tahun ke tahun (yoy), dengan non performing loan (NPL) yang cukup rendah, yaitu sebesar 2,74%.
Selain itu, pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik yaitu bertumbuh 5,82% dengan non performing financing (NPF) sebesar 3,11%.
"Kami terus memonitor dan mengevaluasi perkembangan risiko kredit, baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan, untuk mencegah terjadinya krisis di sektor jasa keuangan," imbuhnya.
Di sisi lain, meskipun yield obligasi rupiah dalam tren meningkat, penggalangan dana di pasar modal tumbuh positif, mencapai sekitar Rp 130 triliun (ytd), dengan sejumlah Rp 20 triliun lainnya masih dalam pipeline. (dtf)