Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Bandung. Sukmawati Soekarnoputri buka suara soal pengajuan praperadilan surat penghentian penyidikan (SP3) kasus penodaan Pancasila yang dilakukan oleh Habib Rizieq Syihab. Sukmawati menilai penerbitan SP3 oleh Polda Jabar janggal.
Hal itu diungkapkan Sukmawati usai menghadiri sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRR Martadinata, Kota Bandung, Kamis (18/10/2018). Sukmawati memberi keterangan didampingi tim pengacaranya.
"Terlihat sekali bahwa ada kejanggalan, inkonsistensi dari penyidik sampai mengeluarkan SP3. Itu sudah kami rapatkan dengan DPP PNI Marhaenisme dan tim lawyer supaya kami melanjutkan ke praperadilan karena kami menilai terbitnya SP3 itu aneh," ujar Sukmawati.
Kejanggalan tersebut merujuk kepada penetapan status tersangka kepada Rizieq. Menurut dia, penyidik Polda Jabar sudah menetapkan Rizieq sebagai tersangka sehingga seharusnya proses penyidikan berlanjut.
Akan tetapi di tengah jalan, Polda Jabar menerbitkan SP3. Keluarnya SP3 ini dikarenakan kurangnya alat bukti berupa video pidato Rizieq yang kurang utuh.
"Saya enggak tau seputaran alat bukti. Tapi artinya kalau sudah menjadi tersangka, itu kan kembali lagi ahli menjelaskan, itu kan harusnya sudah (terbukti). Alat bukti, cukup bukti untuk statusnya jadi tersangka dan dilanjutkan," kata Sukmawati.
Sukmawati menilai kasus penodaan Pancasila harus dibuka kembali. Ia menyebut kasus ini sangat penting guna menjadikan pembelajaran bagi para penerus bangsa.
"Sangat penting (dibuka lagi) karena ini suatu pelecehan, penistaan, penghinaan kepada terutama kepada presiden pertama RI, bapak proklamator dan pejuang tulen yang harus dihormati dengan kata-kata dan tutur dan juga kepada dasar negara kita dan kita sudah sepakati untuk adanya NKRI. Jadi janganlah generasi penerus jadi generasi kualat, yang durhaka terhadap para pahlawan bangsa yang berjuang kemerdekaan dan juga melecehkan Pancasila sebagai dasar negara NKRI," tutur Sukmawati. (dtc)