Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Program mekanisasi pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya meningkatkan produksi pangan. Di sisi lain, terbukti menjadi solusi dalam kelangkaan tenaga kerja pertanian.
Berdasarkan hasil analisis Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan tahun 2015, jumlah tenaga kerja terbanyak pada sektor tanaman pangan adalah petani yang sudah berusia lebih kurang 60 tahun dan disusul usia antara 40 hingga 45 tahun.
Dampak nyata adanya kelangkaan dan usia lanjut tenaga petani untuk mendukung budidaya tanaman padi adalah rendahnya kapasitas kerja tanam padi per satuan luas lahan dan mahalnya biaya tanam.
"Masalah yang muncul pada kegiatan tanam dapat ditangani dengan menerapkan mesin tanam pindah bibit (transplanter) padi. Mesin transplanter adalah sebagai solusi peningkatan kerja kegiatan tanam padi. Hemat tenaga kerja, mempercepat waktu penyelesaian kerja tanam per satuan luas lahan. Dan faktor tersebut akhirnya mampu menurunkan biaya produksi budidaya padi," ungkap Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Andi Nur Alam Syah dalam keterangan tertulis, Senin (10/12/2018).
Dampak nyata penggunaan mesin tanam padi ini, sambungnya, terlihat dari hasil pengamatan di tingkat petani. Pengguna mesin transplanter menunjukkan bahwa rata-rata kinerja 1 mesin transplanter dengan 1 orang operator dan 2 asistennya dapat menggantikan antara 15 hingga 27 hari orang kerja (HOK). Sedangkan kemampuan kerja tanam mencapai 1 hingga 1,2 hektar per hari.
"Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Kementan telah menghasilkan mesin transplanter yang dinamai mesin transplanter Jarwo 2:1. Secara umum, rata-rata biaya tanam padi secara manual sekitar Rp 1,72 juta per hektar, sedangkan dengan mesin transplanter Jarwo 2:1 sekitar Rp 1,1 juta per hektare," ujar Andi.
"Keuntungan lain dari cara tanam dengan mesin transplanter munculnya usaha pembibitan padi. Karena mesin memerlukan bibit khusus, yaitu umur bibit harus kurang dari 18 hari dan bibit harus ditaruh pada kotak mesin (tipe dapog) sesuai ukuran mesinnya. Rata-rata kebutuhan bibit sebanyak 250 sampai 300 dapog per hektare," lanjutnya.
Ia pun membeberkan bahwa petani sudah profesional atau lihai menggunakan mesin transplanter. Ini terungkap dari hasil pemberdayaan yang dilakukan Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Litbang Kementan.
Dampak positif pun dirasakan oleh Gapoktan Madiun Bersatu di Dusun Parit Madiun, Kecamatan Sei Kakap, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Petani sudah sangat menggantungkan kegiatan tanam pada mesin transplanter Jarwo 2:1.
Biaya tanam padi secara manual dengan metode tanam Jarwo sebesar Rp 1,8 juta per hektare dan dengan alat ini hanya Rp 1,4 juta per hektare. Produktivitas padi dengan metode tanam Jarwo juga meningkat rata-rata dari 3,3 ton per hektare menjadi sekitar 4,7 ton per hektare.
"Begitu juga di Kabupaten Subang, ongkos tanam manual sebesar Rp 3,5 per hektare dibanding untuk Jarwo Transplanter hanya Rp 1,8 juta per hektare. Rata-rata produktivitas padi yang menerapkan metode tanam Jarwo mencapai 7,6 ton per hektare," beber dia.
Fakta lainnya, sambung Andi, dirasakan juga oleh Kelompok Tani Suka Maju, Dusun Kalikebo, Kecamtan Trucuk, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dengan menggunakan mesin transplanter, biaya tanam secara manual untuk cara Jarwo adalah Rp 2 juta per hektare.
"Sedangkan dengan transplanter sebesar Rp 1,9 juta per hektare dengan rata-rata produktivitas padi dengan metode tanam Jajar Legowo mencapai 7,5 ton per hektare," sambungnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan rata-rata persepsi petani pengguna mesin transplanter Jarwo 2:1 merupakan solusi munculnya kelangkaan tenaga kerja tanam. Ini juga sekaligus meningkatkan efisiensi waktu dan biaya tanam yang akhirnya akan menurunkan biaya usaha tani padi.
Kemudian, dengan menggunakan mesin transplanter, usaha pembibitan secara dapog dianggap sebagai peluang bisnis bagi petani. Sehingga dapat membuka peluang kerja tenaga tanam yang tersisih oleh adanya mesin transplanter.
"Untuk itu, dalam meningkatkan hasil panen petani, Kementan terus meningkatkan jumlah bantuan alat mesin pertanian. Tahun ini, pemerintah memberikan sekitar 80 ribu unit alat mesin pertanian untuk disebar di seluruh wilayah di Indonesia," tegasnya.
Hal senada dikatakan Kepala Bidang KSPHP Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Agung Prabowo. Ia menyampaikan bahwa penggunaan alat mesin pertanian secara nyata telah meningkatkan produksi pangan, salah satunya padi.
Contoh nyatanya, ujar Agung, panen perdana di area pengembangan pertanian modern di Desa Kalikebo yang menghasilkan 10 ton padi per hektare.
"Ini bukti nyata penggunaan alat mesin pertanian. Kami bekerja sama dengan pemerintah daerah. Produksi naik dan petani tentunya sejahtera," pungkasnya.(dtf)