Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Anggota Komisi I DPR, Charles Honoris, ikut menyoroti penolakan warga Malaysia terhadap ratifikasi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD). Dia bersyukur Indonesia telah lebih dulu meratifikasi konvensi tersebut.
"Dari sisi regulasi, kita bersyukur Indonesia selangkah lebih maju dari Malaysia karena telah meratifikasi ICERD yang sejalan dengan nilai Pancasila dan konsitusi UUD 1945 bahwa semua warga negara RI sama kedudukannya di hadapan hukum," kata Charles, dalam keterangan tertulis, Selasa (11/12/2018).
"Malaysia adalah satu dari sedikit negara yang belum meratifikasi konvensi internasional tersebut bersama Myanmar, Brunei Darussalam, Korea Utara dan Sudan Selatan," imbuhnya.
Charles mengatakan, Indonesia telah mengadopsi Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial itu dalam UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskrimasi Ras dan Etnis. UU tersebut mengatur ancaman hukuman pidana bagi siapa pun yang terbukti melakukan diskriminasi ras dan etnis di Indonesia.
Politikus PDIP itu pun mengingatkan agar penerapan aturan yang diadopsi dari konvensi tersebut harus diikuti dengan penegakan hukum yang berkeadilan. Tujuannya, agar nilai-nilai Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan terus ditegakkan.
"Seperti kata Bung Karno, 'Republik Indonesia bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke'," ujarnya.
Sebelumnya, rencana ratifikasi International Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination (ICERD) di Malaysia telah memicu aksi massa oleh kubu oposisi Negeri Jiran tersebut. Para pengkritik konvensi itu khawatir ratifikasi konvensi bisa mengganggu hak-hak istimewa etnis Melayu dan mengancam status Islam sebagai agama resmi Malaysia.
Akhirnya, setelah beberapa pekan ini kelompok-kelompok pro-Melayu menggelar aksi demo untuk menolak ratifikasi itu, bulan lalu pemerintahan Mahathir menyatakan tak akan meratifikasi konvensi PBB tersebut. Meski demikian, pada Sabtu (8/12) aksi demo tetap digelar untuk merayakan penolakan pemerintah tersebut. Pihak pengorganisasi demo menyebut aksi tersebut merupakan 'aksi syukur'. Aksi syukur itu dikenal dengan istilah Aksi 812. (dtc)