Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah menggaungkan wacana subsidi pembiayaan kredit perumahan untuk kaum muda yang disebut milenial. Para kaum muda yang gencar menjadi target pasar kredit perumahan beberapa tahun terakhir tersebut dijanjikan akan dibantu bisa punya rumah lebih mudah melalui skema subsidi.
Syarat batasan gaji untuk mendapatkan subsidi tersebut pun dihapuskan. Tujuannya supaya para milenial yang punya gaji lebih tinggi dari batasan syarat di skema subsidi sebelumnya bisa terbantu mendapatkan rumah pertamanya.
"Misalnya gaji tidak dibatasi Rp 4-7 juta. FLPP kan untuk para MBR (masyarakat berpenghasilan rendah) Rp 4 juta - Rp 7 juta," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Saat ini Kementerian PUPR tengah menggodok skema subsidi tersebut untuk bisa diterapkan pada tahun depan. Namun ternyata pemberian subsidi agar milenial bisa punya rumah dirasa tak menjawab persoalan sulitnya milenial beli rumah.
Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan skema subsidi tak menjadi solusi jangka panjang pemenuhan kebutuhan hunian buat milenial. Lagi pula jurus subsidi yang tak mensyaratkan batasan gaji bisa menambah beban APBN.
"Sebetulnya kaum milenial dengan penghasilan di bawah 4 juta itu batas psikologis (bagi bank). Kalau bisa di bawah itu (jumlah penghasilannya), selama cicilan bisa dilakukan bertahap dan si bank bisa meng-cover bertahap cicilan berjenjang, itu bagus. Tapi jangan mensubsidi. Kalau subsidi itu kan beban APBN," katanya di Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Lagi pula jika subsidi dibuka tanpa ada batasan penghasilan, dia mempertanyakan ketersediaan lahan yang bisa dibangun hunian. Jika lokasi hunian kembali jauh dari tengah kota seperti contoh kasus di Jakarta, maka rayuan kepada milenial untuk mau membeli rumah bisa jadi tak mempan.
"Saya lebih setuju kalau pemerintah siapkan bank tanah. Karena yang terjadi sekarang kan harga tanah naik terus, sementara kenaikan penghasilan tidak sekencang itu," kata Ali.
Menurutnya pemerintah bisa menyediakan hunian di tengah kota seperti Jakarta dengan harga jual yang terjangkau. Hal itu bisa dilakukan dengan penyediaan dan pemanfaatan bank-bank tanah yang bisa dikerjasamakan dengan BUMN maupun swasta.
"Kalau pemerintah masuk ke sana, dengan ada tanah-tanah yang dipatok harganya meski di tengah kota, itu mungkin (harga hunian terjangkau). Tanah BUMN dong diberdayakan. Tapi kalau kita lihat sekarang, tanah BUMN itu semuanya justru menyasar kelas menengah atas," ujar dia.
Menurutnya, jika penyediaan bank tanah bisa dilakukan, maka harga tanah pun bisa dikendalikan oleh pemerintah. Dengan demikian, menurut dia harga rumah Rp 200 juta bisa ditemui di tengah kota seperti Jakarta.
"Bisa nggak apartemen Rp 200 juta di Jakarta? Bisa sebetulnya. Itulah, musti ada payung hukumnya pemerintah mendorong kerja sama dengan BUMN. Masalah subsidi itu hal akhir yang harus dipikirkan," katanya.
Adapun Kementerian Keuangan dan Kementerian PUPR saat ini masih kompak saling menunggu aturan pembiayaan rumah subsidi untuk kaum milenial.
Kedua kementerian ini pun tidak berani menjelaskan secara detil lantaran aturan tersebut masih dalam rancangan.
Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pihaknya akan mengungkapkan jika memang aturannya sudah selesai dan siap diimplementasikan.
"Masih dalam review internal kementerian. Bila sudah siap akan disampaikan oleh pemerintah," ungkap dia.
Sedangkan Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan skema pembiayaan perumahan bagi milenial masih difinalkan.
"Iya masih difinalkan, nanti sama-sama (skema pembiayaan) ASN kita sampaikan ke Pak Menteri ya," kata Khalawi. (dtf)