Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sejak puluhan tahun lalu kawasan hutan di Kecamatan Panai Hilir, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara (Sumut), dirambah dan dijadikan permukiman serta perkebunan kelapa sawit. Dari ribuan hektare yang rusak, baru 70-an hektare (ha) yang dipulihkan beberapa waktu lalu. Pemberdayaan masyarakat melalui skema perhutanan sosial dianggap sebagai jalan yang efektif untuk melibatkan masyarakat dalam perlindungan kawasan.
Kepala Bidang Perlindungan Hutan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumatra Utara, Yuliani Siregar, kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (20/12/2018), mengatakan, operasi pemulihan tersebut dilakukan akhir November 2018 di Desa Wonosari, Kecamatan Panai Hilir. Desa tersebut keseluruhannya masuk dalam kawasan hutan produksi (3900 ha) yang berbatasan dengan hutan lindung (43 ha).
Selain menjadi permukiman masyarakat dan perkebunan kelapa sawit, kawasan itu juga sudah dibangun perladangan, persawahan dan fasilitas umum seperti rumah ibadah dan sekolah. Operasi pemulihan yang dilakukan adalah memusnahkan perkebunan kelapa sawit, meruntuhkan barak karyawan sebanyak 32 unit, 1 unit vila dan membuka parit-parit yang ada di lokasi itu menggunakan 3 ekskavator agar tanaman sawit tergenang oleh air dari laut.
Dalam operasi itu tim menyita tanaman sawit yang tumbuh di atas kawasan hutan negara. Surat penyitaannya dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Rantau Prapat. Pihaknya juga menyita 2 unit ekskavator, 1 unit truk dan mesin genset yang kemudian dititipkan di Kodim Labuhan Batu. Operasi pemulihan dilakukan di lahan yang selama ini dikelola oleh KSU Amelia dan H Ridwan.
"Kawasan itu umumnya sudah rusak dan jadi sawit. KSU Amalia itu ada 700-an hektare yang dikuasai, maka dari itu sekarang kita lakukan pembinaan melalui kelompok tani. Kalau mereka mendapat manfaat pasti mereka akan menjaganya," kata Yuliani Siregar.
Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut juga sudah memberitahu kepada masyarakat bahwa kawasan hutan tersebut adalah milik negara. Sebenarnya, lanjut Yuliani, pemerintah sudah menyediakan pola kerja sama agar masyarakat bisa mengelola kawasan dengan perhutanan sosial dan program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Hanya fasilitas/sarana umum yang bisa diajukan untuk TORA dengan menyesuaikan pada prosedur dan melewati banyak verifikasi.
"Harus dipahami bahwa TORA bukan untuk bagi-bagi lahan ke masyarakat. Jangan salah kaprah dan disalahartikan misalnya dengan merambah agar nanti bisa memiliki lahannya. Bukan begitu! Kebun kelapa sawit tidak akan bisa," katanya.
Yuliani mengakui baru sedikit yang dipulihkan. Namun ke depan Dishut Sumut berencana untuk mengembangkan tanaman arboretum seluas 300 hektare, sehingga bisa dimanfaatkan untuk berbagai tujuan misalnya penelitian. Demikian juga masyarakat tetap bisa memanfaatkan dengan hasil hutan bukan kayu.
Untuk itu Dishut Sumut sudah menginstruksikan Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah V Aek Kanopan agar berkoordinasi dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Asahan Barumun. "Masyarakat tetap bisa mengelola, tapi dia harus menanam pohon dan memeliharanya," kata Yuliani.