Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah Inggris akan memutuskan keluar dari Uni Eropa atau Brexit pada Maret mendatang. Produsen mobil pun merasa khawatir terkait pengiriman suku cadangnya.
Pengemudi truk di Inggris, Gordon Terry mengaku telah mengendarai rute perdagangan dari pusat industri manufaktur ke pabrik-pabrik di Inggris selama 25 tahun.
Barang-barang suku cadang yang dibawanya pun digunakan untuk perusahaan produsen mobil seperti BMW, Airbus, Nissan hingga Jaguar Land Rover.
Namun, kini Terry menilai dengan adanya Brexit pemeriksaan pabean di perbatasan Inggris akan mengganggu proses pengiriman barang karena ada pengenaan biaya yang lebih tinggi. Hal itu pun membuat para produsen berpikir dua kali mengenai bisnisnya.
Dikutip dari CNN, Selasa (12/2/2019) titik kritis dari masalah pengiriman barang saat Brexit adalah pelabuhan Dover. Pasalnya, pelabuhan tersebut dilewati hingga 2,5 juta truk pada 2018 dan dikhawatirkan saat terjadi Brexit, pemeriksaan di perbatasan akan semakin ketat.
"Penambah beberapa menit untuk pemeriksaan dasar dokumen saja seharusnya bisa untuk truk berkendara sekitar 20 meter," kata Kepala Kebijakan Global untuk Asosiasi Transportasi Pengangkutan Inggris, Alex Veitch.
Produsen mobil Ford memperkirakan Brexit bisa menelan biaya perusahaannya hingga US$ 800 juta pada 2019. Sedangkan perusahaan Tata Motors India memperkirakan kehilangan laba hingga US$ 1,6 miliar setahun.
"Jika tak tepat waktu (pengiriman barang terganggu) kami tengah menghadapi tantangan. Itu risiko yang sangat besar," ungkap CEO JLR Rafl Speth.
Bahkan, produsen BMW memutuskan untuk menutup pabrik Mini Cooper di Oxford setelah memastikan bahwa tak ada suku cadang yang bisa dikirim setelah Brexit.
"Kami melihat opsi untuk mengambil langkah demi menghadapi skenario terburuk, termasuk potensi keterlambatan di pelabuhan (pengiriman suku cadang)," jelas BMW.
Veithch juga menilai bahwa Brexit bisa membuat perusahaan di Inggris memindahkan investasinya ke daerah-daerah lain yang tak dipengaruhi proses pengiriman yang lama akibat proses pemeriksaan.
Terbukti, perusahaan Airbus mengatakan bahwa pihaknya bisa menglihkan investasi pabrik di Inggris jika proses perdagangan akibat Brexit tak dilindungi.
CEO Port of Calais Jean-March Puissesseau bahkan telah membangun area penahanan untuk truk yang tak memiliki dokumen lengkap saat pemeriksaan pabean.
Sedangkan, Veitch mengatakan pelabuhan tidak memiliki teknologi pemeriksaaan secara real time. Selain itu, Zaccheo mengatakan area penahanan dinilai tidak terlalu besar untuk menampung truk.
Akhirnya, banyak perusahaan yang memutuskan membeli helikopter demi menjamin semua pasokan barangnya datang tepat waktu.
"Helikopter dapat berangkat dan terbang langsung ke pabrik," pungkas Zaccheo. (dtf)