Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah hingga kini masih perlu impor jagung untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Presidium Agri Watch, Dean Novel, metode produksi jagung yang dilakukan Indonesia harus dibenahi.
Dia mengatakan, selama ini produksi jagung oleh petani di Indonesia mengenal 3 musim tanam. Itu yang membuat terus terjadi gap di mana ketersediaan jagung dalam negeri tak mampu memenuhi kebutuhan.
"Di Kementan kita kenal 3 musim tanam. Ini yang menbuat gap produksi dan yang dibutuhkan pasar. Pasar butuh jagung kontinu tiap bulan, bahkan peternak butuh tiap hari. Ini bottle neck-nya di sini," kata dia dalam diskusi "Data Jagung Yang Bikin Bingung" di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
Dia menjelaskan, jika metode yang gunakan mengandalkan musiman maka saat musim tanam akan terus terjadi kekosongan stok. Stok hanya akan tersedia saat musim panen tiba.
"Kalau tanamnya masih pakai musim musim itu sampai kapanpun akan begini terus, karena ada saatnya tanam, kosong, tunggu panen, begitu terus. Akan terjadi kekosongan kekosongan stok," jelasnya.
Menurutnya, penanaman jagung harus dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.
"Sarannya buat sustainable farming. Jadi kamu tanam yang lain setop, seminggu kemudian kamu tanam yang lain setop. Entah gimana caranya pasti bisa dilakukan, apakah per daerah, provinsi, kabupaten, sesuai iklimnya, sehingga tidak ada tanam serempak dan panen serempak," jelasnya.
Satu lagi kendala dengan penanaman serempak, saat panen terjadi maka produksi berlimpah sementara gudang penyimpanan tidak memiliki kapasitas yang cukup.
"Maret sampai April puncak panen karena 60% Indonesia lahan kering yang cuma bisa tanam saat musim hujan. Mereka akan panen Maret April, bareng. Namanya panen raya, yang mau tampung siapa," tambahnya.(dtf)