Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sumut, Baharuddin Siagian, menegaskan komitmennya dalam pemberdayaan dan pengembangan pemuda. Menurutnya, Peta Jalan dan Perda Kepemudaan adalah salah satu upaya untuk memaksimalkan pembangunan pemuda di Sumut untuk memperkuat program yang sudah dijalankan Dispora Sumut.
“Saya berharap dari sarasehan ini banyak masukan dari organisasi pemuda untuk menjawab kebutuhan kita bersama,” katanya saat sarasehan Kepemudaan “Road Map dan Perda Kepemudaan Provinsi Sumatera Utara yang digelar Dispora Sumut, di Hotel Grand Kanaya, Medan, Selasa (18/3/2019).
Menurutnya, tantangan pemuda saat ini kata dia adalah perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat. Kata dia, kaum muda sudah menjadi komunitas terbesar di internet. “Ini merupakan potensi. Misalnya dengan menjadi pengusaha online atau technopreneur. Pasarnya juga terbuka, anak-anak milenial,” ungkapnya.
Dalam sarasehan itu, sejarawan Dr Phil Ichwan Azhari, menyampaikan, pemuda sejak lama menjadi tonggak perubahan Indonesia. Pada usia 19 tahun, Proklamator Soekarno, sudah menulis 500 artikel. Sementara Mohd Hatta pada usia 24 tahun punya ribuan judul buku yang ditulisnya sendiri.
“Ini menandakan, generasi pemuda saat ini lebih bodoh dari generasinya Hatta. Ini tantangan kita,” katanya.
Kata Ichwa,n saat ini sebenarnya banyak pemicu kalangan pemuda harus bergerak seperti masa perjuangan dulu. Salah satunya adalah perekonomian Indonesia yang makin terpuruk karena penguasaan asing.
“Tapi sayangnya, tidak banyak muncul pemuda seperti Soekarno, Hatta. Di usia belia sudah mengguncang dunia dengan aksinya,” ungkap Ichwan.
Pembicara lainnya, Tengku Adri, mengajak pemuda untuk berani memanfaatkan teknologi yang saat ini berkembang pesat untuk kemajuan organisasi. Salah satunya dengan memanfaatkan laman internet untuk mengenalkan potensi organisasi dan anggota organisasi. Sedangkan Joharis Lubis, dalam paparannya menyinggung eksistensi pemuda dalam Revolusi Industri 4.0. Di mana, aktivitas sosial ekonomi sudah banyak dikendalikan teknologi.
“Kalau pemuda tak berinovasi, maka pemuda bisa mati. Mati dalam arti hanya jadi penonton di usia yang harusnya produktif,” kata Joharis.