Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Cirebon. Indonesia tengah menyongsong revolusi industri 4.0. Para pengusaha pun turun gunung untuk mengajak generasi muda menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dalam menghadapi industri 4.0, termasuk ke pesantren-pesantren.
Seperti yang dilakukan Wakil Ketua Umum (Waketum) Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Arsjad Rasjid yang bekerja sama dengan Pondok Buntet Pesantren. Arsjad mengatakan harus ada sinergitas antara ponpes dengan para pengusaha untuk membangun ekonomi umat.
"Kita melihat ke depan peran pesantren untuk membangun entrepreneur. Karena bukan hanya untuk belajar agama, tapi bagaimana pun juga (pesantren) bisa memberdayakan masyarakat ke depannya," ucap Arsjad usai berkunjung ke Pimpinan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren KH Adib Rofiuddin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Jumat (22/3/2019).
Lebih lanjut, Arsjad menjelaskan tentang peran pesantren sejak Indonesia belum merdeka. "Pendidikan sudah ada sejak dulu di pesantren. Jadi, harus didorong juga ke arah pemberdayaan ekonomi," ucapnya.
Arsjad menjelaskan pemerintah dan swasta harus bersinergi menyiapkan generasi muda, termasuk santri untuk bersaing dalam revolusi industri 4.0 ini. Arjad mengaku tak hanya di Buntet, kerjasama akan dilakukan dengan ponpes yang ada di Indonesia.
"Jadi bukan Buntetnya. Tapi SDM yang kita lihat. Banyak santri dari Buntet yang tersebar di beberapa daerah, jadi nanti tak hanya mengajarkan agama saja melainkan kewirausahaan juga. Kita selalu menjajaki setiap pesantren, untuk membangun generasi muda," ucapnya.
Arsjad tak menampik generasi muda Indonesia masih belum sepenuhnya siap menyongsong industri 4.0. Namun, lanjut Arsjad, tak sedikit juga yang belajar secara otodidak melalui pemanfaatan teknologi internet.
"Untuk menghadapi 4.0 itu utamanya SDM, maka pentingnya pendidikan dan kerjasama seperti ini. Memang saat ini SDM di Indonesia itu ada yang siap, ada yang belum," kata Presiden Direktur PT Indika Energy itu.
Lanjut lagi, menurut Arsjad salah SDM merupakan pondasi yang harus disiapkan. Saat ini, lanjut dia, pemerintah telah membangun infrastruktur secara besar-besaran. Sehingga, penguatan SDM perlu dilakukan.
"Hard infrastruktur kan sudah dibangun. Pondasinya itu soft infrastruktur, seperti berbudi pekerti, saling menghargai satu sama lainnya, dan lainnya itu penting. Kita harus bersama-sama, gotong royong untuk membangun ini," kata Arsjad.
Arsjad tak sendirian berkunjung ke Buntet. Arsjad ditemani Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Hal senada disampaikan Andi Gani saat disinggung mengenai kerjasama dengan pesantren Buntet.
"Intinya kami silahturahmi dan mendukung Buntet untuk mengembangkan UMKM atau ekonominya. Buntet memiliki potensi luar biasa, ada multimedianya. Kita bisa kerjasama dibidang itu, kita punya grup juga yang menggeluti bidang tersebut," ucap Gani.
Ancaman PHK Era Industri 4.0
Selain menyiapkan generasi muda yang berkompeten untuk menyongsong revolusi industri 4.0, KSPSI juga tengah fokus menggembleng buruh agar mampu beradaptasi di revolusi industri 4.0. Andi Gani tak menampik pemutusan hubungan kerja (PHK) tengah mengancam para buruh.
Industri 4.0, dikatakan Andi Gani tak menutup kemungkinan membuka pintu bagi robot dan mesin untuk berasing dengan buruh. Selain meningkatkan kompetensi buruh, KSPSI juga mendorong agar pemerintah menerbitkan regulasi yang ketat terkait penggunaan mesin dan robot dalam dunia industri.
"Pemerintah harus memiliki regulasi yang ketat agar buruh tetap memiliki peluang kerja. Regulasi ini yang menyeleksi mesin atau robot mana yang diperbolehkan, mana yang tidak diperbolehkan," kata Andi Gani.
Andi mengatakan tsunami PHK pernah terjadi di Eropa. Karena mesin atau robot mampu menggantikan kerja buruh. "Kalau tidak seperti itu (ada regulasi), maka gelombang PHK bisa terjadi seperti di Eropa. Ada pabrik yang sebelumnya mempekerjakan 10.000 buruh, sampai akhirnya dirombak jadi 100 buruh. Karena tergantikan mesin," katanya.
Lebih lanjut, menurutnya ancaman PHK sudah terjadi sejak dua tahun lalu. Andi menyebutkan kondisi tersebut menimpa salah satu pabrik tekstil.
"(Ancaman PHK) dua tahun lalu, kemudian saya meminta kepada presiden untuk mengeluarkan aturan, khususnya untuk pabrik tekstil. Memang jumlahnya tak signifikan," katanya.
Selain industri tekstil, lanjut dia, ancaman PHK juga menyerang industri manufaktur. "Semisal ban mobil, yang harusnya dikerjakan oleh 100 orang, ternyata bisa diganti oleh mesin. Jangan sampai buruh menjadi korban, makanya perlu regulasi dan peningkatan SDM," ucapnya.
Saat disinggung mengenai kesiapan buruh menghadapi revolusi industri, Andi Gani mengaku buruh di Indonesia belum 100 persen siap menghadapi revolusi industri 4.0.
"Sekarang belum siap, belum siap menerima utuh 4.0. Kita masih bersaing dengan negara lain, seperti Vietnam dan Myanmar," ucapnya.
Terpisah Pimpinan YLPI Buntet Pesantren Cirebon KHAdib Rofiuddin mengatakan menyiapkan santri untuk lebih menguasai teknologi. Sejauh ini para santri Buntet Cirebon sudah mendapat pendidikan berbasis teknologi.
"Kita sudah ada program keterampilan untuk santri. Kita kerjasama mengembangkan potensi yang ada. Ada yang tidak bisa dikembangkan, seperti peternakan dan perikanan karena kami terkendala lahan prakteknya. Kami juga ada sekolah multimedia, STIT dan Akper juga ada. Nanti bisa diarahkan ke situ bersama Kadin," ucapnya. (dtf)