Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Tidak bisa dipungkiri kalau masyarakat saat ini lebih mengedepankan aspek ekonomi dalam menentukan pilihan siapa Capres pilihannya. Yang akan ditentukan nanti pada 17 April 2019. Namun sayangnya banyak masyarakat kita yang awam jika menelaah program-program janji dari Capres masing-masing. Dan sayangnya, banyak elit politik maupun Capres yang hanya memberikan gambaran program secara garis besar tanpa merinci detail kerja yang akan dilakukan.
Contoh kita kerap menemukan banyak jargon “Rakyat tidak boleh susah”, atau “Rakyat harus sejahtera”, atau “Kita akan ciptakan lapangan kerja”, atau “Kita harus berdaulat dalam bidang pangan”, atau jargon-jargon lain yang tidak secara detail menjelaskan bagaimana cara untuk mencapai sasaran atau visi misi dari mereka yang mengharapkan suara dari rakyat.
Kita ambil satu contoh. Katakanlah untuk jargon “Kita akan ciptakan lapangan Kerja”. Nah seharusnya dibarengi dengan cara detail untuk membuat penjelasan bagaimana caranya tersebut. Misalkan untuk menciptakan lapangan kerja, maka kita akan menyediakan kebutuhan listrik yang cukup baik buat masyarakat ataupun buat pengusaha.
Karena sudah barang pasti pengusaha ataupun rakyat kesulitan membuka usaha jika listrik itu tidak ada. Selanjutnya kita akan sediakan kebutuhan gas yang cukup dengan harga terjangkau. Karena banyak pengusaha yang komplain dengan mahalnya harga bahan bakar gas saat ini, ataupun kelangkaan bahan bakar gas. Selanjutnya kita akan sediakan infrastruktur yang baik, misalkan dengan menyediakan layanan pelabuhan yang baik.
Bukan seperti pelabuhan yang mengalami pendangkalan, sehingga kapal besar sulit berlabuh dan mempersulit proses bongkar muat. Selanjutnya menyediakan infrastruktur jalan yang baik. Karena apapun ceritanya, jalan yang memutar, padat, dilalui semua jenis kendaraan akan menyulitkan pengusaha untuk memasarkan barang dan jasa. Jalan tol itu memang menjadi salah satu jalan keluar untuk memangkas biaya, tenaga maupun waktu sehingga pengusaha maupun masyarakat semakin dimudahkan.
Bila perlu diperjelas lagi bagaimana skema pembiayaan untuk membangun infrastruktur. Misalkan jika anggaran negara terbatas, maka pemerintah akan bekerja sama dengan BUMN, pihak swasta atau negara lain, menerbitkan obligasi, sharing saham atau kemitraan, atau bila memang cukup berani mengalokasikan sebagian subsidi yang tidak penting untuk dialihkan ke infrastruktur. Misal mengurangi subsidi BBM untuk pembangunan, atau cara-cara lain yang memungkinkan.
Selanjutnya yang dilakukan adalah memberikan kepastian berusaha dalam bentuk regulasi ataupun produk hukum lainnya. Seperti mempersingkat proses perizinan, menyediakan birokrasi yang efektif dan efisien, adanya kepastian hukum dan keamanan dalam berusaha, bila cukup berani memberikan keringanan pajak bagi pengusaha, serta sejumlah kemungkinan lainnya seperti mempersiapkan tenaga kerja terampil.
Jadi sebaiknya program kerja itu dijelaskan secara terperinci, bukan hanya memberikan gambaran semu semata. Jadi pada saat terpilih, masyarakat akan mendapatkan gambaran yang lebih jelas terhadap eksekusi janji Capresnya tersebut. Jelas dari hulu hingga ke hilir. Jadi janji itu bukan yang multitafsir. Kasihan masyarakatnya yang harus menafsirkan secara awam sehingga sering disalah artikan.
Karena di saat kita itu menjanjikan ketersediaan lapangan kerja, maka jika dieksekusi secara serius, berarti kita juga tengah menyelesaikan sejumlah masalah seperti pengurangan angka pengangguran. Jika yang menganggur semakin sedikit, maka yang miskin juga jumlahnya berkurang. Jika kemiskinan diturunkan, maka daya beli masyarakat akan meningkat.
Dan masyarakat harus menyadari konsekuensi dari kebijakan yang dilakukan oleh Capresnya saat terpilih. Sayangnya, masyarakat kita kebanyakan menginginkan sebuah kehidupan yang ideal menurut versinya sendiri. Misal konsep sejahtera masyarakat itu adalah mudah mencari pekerjaan atau bila perlu tidak bekerja tapi tetap digaji, pendapatan naik setiap tahun, harga BBM murah, harga kebutuhan pokok murah, punya kendaraan sendiri kalau bisa roda empat, pendidikan dan kesehatan grastis, harga barang ditingkat petani mahal atau bentuk keinginan lainnya.
Atau sebuah impian kehidupan kaya raya yang diidam-idamkan. Padahal, kunci menjadi kaya itu adalah berusaha dan berhemat, karena hemat pangkal kaya. Jika masyarakat menginginkan negara yang mereka huni ini menjadi negara kaya dan sejahtera. Maka yang perlu dilakukan adalah negara ini berhemat. Nah jika semua masyarakat di negara ini melakukan penghematan, maka sudah barang pasti negara ini juga tengah berhemat.
Orang yang berhemat itu cenderung menekan belanja atau konsumsinya yang tidak perlu dan banyak berinvestasi atau menabung. Sederhana saja logikanya. Jadi kalau negara ini ingin menjadi negara yang ekonominya maju, maka yang perlu disediakan terlebih dahulu adalah infrastruktur, baik itu jalan, pelabuhan, bandar udara, listrik, bahan bakar gas, satelit, atau infrastruktur lainnya. Selanjutnya kepastian berusaha, ketersediaan SDM dan SDA yang mencukupi. Dan semua itu merupakan bentuk investasi pastinya.
Nah menurut hemat saya, keinginan menjadi maju ekonominya itu masih sebatas mimpi sang Capres. Masyarakatnya belum tentu akan seirama. Kalau seirama maka sudah barang pasti masyarakat kita tidak akan sulit untuk diajak membebaskan lahan saat akan dibangun jalan tol, membayar iuran BPJS tertib bukan hanya saat kalau jatuh sakit, tidak menghambur-hamburkan BBM subsidi, tidak membeli gas LPG 3 Kg (subsidi) bagi yang mampu, atau beberapa sikap kepatuhan yang disadari sebagai ajakan untuk keberlangsungan ekonomi yang memberikan maslahat bagi masyarakat.
Jadi dalam tulisan ini saya memberikan pandangan bahwa sebaiknya masyarakat harus belajar lagi bagaimana memahami janji Capres masing-masing. Jangan hanya terbawa sikap emosional dalam memilih salah satu pasangan. Saya pastikan begini, seorang apres yang kita pilih itu siapapun yang menang akan mengharapkan negaranya maju dan masyarakatnya sejahtera.
Hanya, tidak semua Capres atau elit politik yang memiliki program sempurna untuk mewujudkannya. Yang ada paling adalah Capres yang teguh dengan pendiriannya, atau Capres yang mengikuti keinginan masyarakatnya. Tidak ada yang namanya kemenangan atau kejayaan tanpa ada pengorbanan.
Menjadi kaya, maju, sejahtera, tersedia lapangan kerja semuanya ini butuh pengorbanan ekonomi yang tidak sedikit. Namun jika masyarakat sulit untuk diajak berhemat, umumnya diantisipasi dengan kebijakan yang terkesan memaksa. Seperti menaikkan tarif listrik, harga BBM, tariff tol, iuran BPJS, atau tariff lainnya. Yang jelas-jelas kebijakan seperti itu sudah barang pasti dinilai sebagai bentuk penyengsaraan.
Ingatlah pribahasa yang berlaku sepanjang zaman. Berakit-berakit ke hulu, berenang ketepian. Atau pribahasa barat seperti No Pain No Gain atau No Sacrifice No Victory. Yang artinya kurang lebih tidak ada kerugian, maka tidak ada keuntungan, atau tidak ada pengorbanan, maka tidak ada kemenangan. Pribahasa seperti itu masih valid sampai hari ini.
Gunawan Benjamin, pengamat ekonomi, alumni UGM Yogyakarta, Bekerja sebagai dosen dan analis di salah satu perusahaan sekuritas di Kota Medan.