Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita akan menggelar ritual Manganjab di Nagori Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sabtu (18/5/2019) . Tradisi itu merupakan salah satu ritual yang rutin digelar setiap tahun oleh keturunan Ompu Mamontang Laut Amabarita untuk memohon kesuburan tanah sekaligus menolak bala dari hama penyakit pertanian.
Ompu Mamontang Laut Ambarita sendiri disebut-sebut sebagai perintis/pembuka Kampung Sihaporas kurang lebih 300 tahun lalu. Dia lah yang menjadi cikal bakal berkembangnya marga Ambarita di Sihaporas.
Domu Ambarita, salah seorang warga Sihaporas yang dikonfirmasi medanbisnisdaily.com, Jumat (17/5/2019), mengatakan, tradisi itu sudah secara turun temurun sampai 11 generasi sekarang ini.
"Ada nilai-nilai rasa syukur, kesabaran, takwa dan keimanan yang terkandung dalam ritual itu. Hal itu merupakan ajaran Ompu Mamontang Laut Ambarita kepada keturunannya," tutur Domu.
Budayawan Batak Toba, Thompson Hs, menjelaskan, Manganjab merupakan salah satu ritual menghormati alam, terutama dalam kaitan pertanian di Nagori Sihaporas Simalungun. Ritual manganjab dilakukan sebagai amanah dari Ompu Mamontang Laut, perintis perkampungan awal Sihaporas Bolon kepada keturunannya. Ompu Mamontang Laut bermarga Ambarita dan generasi kedelapan dari garis Si Raja Batak. Dua desa di Sihaporas secara konsiten masih melakukan ritual itu, yakni Lumban Ambarita Sihaporas (33 keluarga) dan Sihaporas Aek Batu (40 keluarga).
Persiapan ritual dan pembagian kerja dimulai pada pukul 06.00 pagi di 2 tempat; di samping rumah induk (parsantian) dan areal tempat ritual di Dolok Saidoan. Sebelum pukul 11.00 semua persiapan hingga prosesi ke area tempat ritual harus terlaksana bersamaan dengan doa-doa (tonggo-tonggo) yang segera dipanjatkan. Dalam prosesi seekor kambing kurban digiring dengan bawaan beberapa persembahan lainnya.
"Rangkaian ritual dilaksanakan sampai pukul 15.00. Kurban dan persembahan itu akan ditujukan kepada Mulajadi Nabolon (Tuhan Pencipta Langit dan Bumi), Raja Uti dan Sisingamangaraja, Naga-naga ni Sombaon dari 4 penjuru desa dan delapan penjuru angin, kepada Mamontang laut, dan ruh penggembala semua jenis tumbuhan dan tanaman," kata Thompson.
Setelah kurban dan persembahan diarahkan ke masing-masing tujuan, di area terbuka itu dilakukan makan bersama sitompion dan itak (tepung beras tumbuk dengan campurannya) serta nasi. Baru diakhiri dengan pembagian bungkusan sitompion ke masing-masing penggarap tanah untuk dipersembahkan ke lahan pertanian masing-masing dengan materi-materi lainnya yang tercampur sebagai tawar. Tawar itu menjadi “ruma tondi” untuk semua tanaman yang akan berhasil untuk dipanen kemudian.
Ritual dilengkapi dengan masa pause (robu) seminggu sebelum dan sesudah hari pelaksanaannya. Pusaka warisan Ompu Mamontang Laut seperti piso tumbuk lada dan pinggan pasu digunakan dalam kaitan ritual. Satu bentuk makanan mentah yang disebut bogar dihamparkan di sebuh tampi yang terletak dekat meja ritual (langgatan) yang dihiasi dengan janur kuning (maremare). Kurban kambing setelah ritual dibagikan kepada induk marga Isumbaon. Sebaliknya suatu saat kalau garis Isumbaon melakukan ritual yang serupa, kurban dibagikan kepada induk marga marga Ilontungon. Prinsip itu dikenal dengan sebutan sitariparon (yang diseberangkan).
Melengkapi informasi, masyarakat adat Sihaporas dalam beberapa tahun terakhir kian dikenal karena perlawanan mereka terhadap salah satu perusahan pulp yang menyerobot tanah adat mereka.