Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Tak bisa dihindari saat ini perhatian warga Kota Medan mulai tersedot pada even politik pergantian Wali Kota. Direncanakan melalui Pilkada yang digelar pada 2020, akan ada kontestasi perebutan Medan 1 yang akan menjabat pada periode 2020-2025.
Sejumlah nama sebagai calon yang akan ikut bertarung pada kontestasi tersebut mulai dihembuskan. Mulai dari wali kota petahana, akademisi, bekas pejabat kepolisian, petinggi partai politik dan sebagainya.
Banyak orang lebih disibukkan pada figur yang hendak ikut bertarung. Mengabaikan kriteria atau sosok seperti apa yang dibutuhkan Kota Medan sebagai pemimpin, sehingga 5 tahun ke depan kota ini bisa kian maju mengejar ketertinggalan dari kota-kota lainnya di Indonesia. Maju dalam hal pelayanan publik, maju dalam hal pembangunan dan sebagainya.
Lembaga Suluh Muda Indonesia (SMI) yang concern pada penguatan demokrasi melalui diskusi yang intens mereka lakukan merumuskan kriteria yang harus dimiliki calon Wali Kota Medan di Pilkada mendatang. Jika tidak, mereka tidak layak didukung. Karena Medan membutuhkan pemimpin sekelas Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang pernah memimpin DKI Jakarta, Tri Rismaharini (Surabaya), Ridwan Kamil (Bandung) atau Abdullah Azwar Anas (Banyuwangi).
Menurut Direktur Eksekutif SMI, Kristian Redison Simarmata, terdapat 7 kriteria mutlak calon Wali Kota Medan agar pantas didukung. Ketujuh kriteria tersebut adalah sebagai berikut.
1. Muda dan Baru
Calon dimaksud harus lepas atau tidak mempunyai pertalian kepentingan dengan kelompok tertentu atau kekuatan lama yang menguasai pelaksanaan proyek pembangunan di kota Medan.
Sejauh masih ada hubungan dengan kekuatan lama yang selama ini "berkuasa", maka dia akan mempunyai beban. Akibatnya tidak ada perubahan (kemajuan) dalam hal pembangunan. Begitu-begitu saja.
"Hingga hari ini yang menguasai proyek di kota Medan kita tahu orangnya itu-itu saja, cara pembagian juga ada di tangan mereka. Kondisi itu hanya bisa diputus jika lahir Wali Kota Medan yang muda dan baru," ujar Kristian kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (16/6/2019).
2. Memiliki Integritas Tinggi
Calon dimaksud dalam hal sikap dan perilaku selalu konsisten. Antara ucapan dan tindakan sejalan, tidak mudah berubah; hari ini, besok atau lusa. Bisa dipercaya atau dipegang.
Integritas merupakan faktor kunci dalam melakukan pembenahan birokrasi dan pengelolaan pembangunan kota.
3. Jujur dan Bersih
Calon dimaksud memiliki komitmen dan rekam jejak yang bersih, transparan dan akuntabel dalam hal pengelolaan keuangan. Tidak memiliki beban masa lalu yang buruk.
"Frame praktek korupsi, kolusi dan nepotisme sudah terlanjur melekat pada Kota Medan. Untuk itu pemimpin baru yang akan dipilih harus benar-benar jujur dan bersih," ungkap Kristian.
4. Inovatif
Calon dimaksud memiliki kemampuan melakukan terobosan baru dalam perbaikan pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur yang sekian lama berjalan di tempat tanpa mengalami perubahan yang berarti.
Seperti yang dilakukan di DKI Jakarta, Kabupaten Batang serta Banyuwangi, di mana pemimpinnya secara terbuka memperlihatkan APBD yang digunakan, Wali Kota Medan masa mendatang harus demikian.
"Harus ada inovasi menjadikan kantor kecamatan menjadi pusat pelayanan warga sekelas bank-bank swasta, seperti di DKI Jakarta dan Surabaya," tuturnya.
5. Berani
Mampu menghadapi tekanan dari kepentingan kelompok tertentu dalam penentuan prioritas pembangunan daerah, sehingga prioritas utama pembangunan dapat di arahkan sesuai kebutuhan rakyat bukan keinginan atau kepentingan kelompok tertentu dalam proses proyek.
"Masyarakat Kota Medan tahu selama ini berkuasa oknum-oknum preman berseragam organisasi kepemudaan. Harus ada keberanian wali kota mendatang memerangi mereka. Agar tak lagi seenaknya mengutip uang parkir bahkan di tempat yang keramaiannya tidak seberapa," terangnya.
Kristian menyitir kebijakan Ahok saat menjabat Gubernur di Jakarta, di mana semua lahan parkir dikuasai pemerintah.
6. Terbuka
Calon dimaksud tidak berkuping tipis atau antikritik. Tetapi terbuka dalam menerima kritik, saran dan masukan dari publik. Bersedia duduk bersama dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan pembangunan yang tepat dan cepat.
"Selama ini pemerintah yang ada kalau dikritik malah marah-marah, seharusnya mengajak duduk bersama," papar Kristian.
7. Agresif
Calon dimaksud memiliki kemampuan dan kemauan turun langsung ke masyarakat untuk mendengarkan, mendeteksi dan menanggapi problem masyarakat untuk di selesaikan.
Bukan hanya duduk menerima laporan dari bawahan. Seperti yang kerap dilaksanakan Tri Rismaharini di Surabaya atau Ridwan Kamil di Bandung.