Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memecat Gubernur Bank Sentral Turki, Murat Cetinkaya dengan menggunakan hak prerogatifnya pada Sabtu (6/7/2019) lalu. Cetinkaya sudah menjabat selama tiga tahun sebagai Gubernur bank sentral tersebut.
Dilansir dari Financial Times, Kamis (11/7/2019), Cetinkaya akan digantikan oleh Murat Uysal, Deputi Gubernur Bank Sentral Turki yang telah lama berkarir di Halkbank yang merupakan bank kepemilikan negara.
Pemecatan ini berawal dari kebijakan moneter dari Bank Sentral Turki, yakni keputusan untuk menaikkan suku bunga. Erdogan menganggap kebijakan tersebut merugikan Turki.
Namun, pemecatan Cetinkaya ini dapat memecah belah investor internasional yang telah bersiap-siap untuk berinvestasi karena Turki akan menerima pengiriman sistem pertahanan udara dari Rusia dalam waktu dekat ini. Pengiriman tersebut pun akan memicu sanksi dari AS.
Selain itu, pemecatan ini juga akan menyebabkan erosi di sejumlah bank-bank independen. Erdogan dianggap semakin memperketat cengkramannya pada lembaga-lembaga Turki di bawah kepemimpinannya sebagai presiden yang semakin menguat sejak Juni 2018.
Mantan Gubernur Bank Sentral Turki, Durmus Yilmaz, seorang anggota senior partai IYI yang merupakan partai oposisi mempertanyakan legalitas dari pemecatan ini. Menurut Durmus, pemecatan ini bertentangan dengan aspek integral dan independensi yang dimiliki bank sentral.
Kemudian, manajer pendanaan dari GAM, sebuah perusahaan manajer investasi menganggap pemecatan ini adalah hal yang sangat bodoh untuk dilakukan.
Namun, ada beberapa investor Turki yang memang menginginkan pemecatan ini. Pasalnya, bank sentral telah membuat kebijakan yang tidak menentu sejak tahun 2018. Awalnya, bank sentral Turki tidak ingin menaikkan suku bunga karena lira terus anjlok. Di musim panas tahun 2018, lira mengalami penurunan terendah yang menjadi catatan dalam sejarahnya.
Dengan anjloknya nilai lira yang disebabkan oleh perselisihan dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tak terima keputusan hukum Turki memenjarakan pendeta evangelis asal Amerika pada 2018. Bank sentral terpaksa menaikkan suku bunga hingga 24% pada September 2018 lalu.
Kenaikan suku bunga tersebut menyebabkan inflasi Turki meningkat hingga 25% pada Oktober 2018 lalu. Namun, sejak itu bank sentral Turki terus berupaya menurunkan suku bunga, yang membuahkan hasil yakni inflasi semakin menurun hingga 15,7% di bulan lalu.
Akan tetapi, Erdogan mengatakan suku bunga tinggi yang merupakan kebijakan moneter bank sentral adalah penyebab utama tingginya inflasi di Turki. Di rapat komite kebijakan moneter bank yang akan datang, tepatnya pada tanggal 25 Juli, Erdogan berjanji akan mencari jalan keluar melalui diskusi dan elaborasi.(dtc)