Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Delapan warga pemilik tanah seluas 1.588 M2 di Gang Penghulu, Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, mengharapkan keadilan dari majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan atas gugatan perdata yang mereka terima dari pihak yang mengklaim lahan tersebut.
Pasalnya, terbitnya sertifikat hak milik (SHM) No. 1989 sesuai dengan Surat Ukur Nomor 00017/SEKIP/2014 tanggal 12 Mei 2014 dinilai pihak tergugat ini mengada-ada karena tidak pernah terjadi jual beli di tanah tersebut sejak dikuasai dari tahun 1970-an.
"Permasalahannya, klien kita ini sudah menguasai lahan itu sejak tahun 1970 silam dan bahkan ada yang lahir di situ. Tapi kenapa kok bisa terbit sertifikat tahun 2014, ini kan aneh sementara kita terus berada di lahan itu," ungkap Lamsiang Sitompul SH MH, selaku tim kuasa hukum 6 dari delapan warga tergugat, seusai sidang mediasi gugatan perdata perkara tersebut di ruang mediasi PN Medan, Kamis (18/7/2019) siang.
Didampingi Hendri Silaen SH dan Sabar Hasudungan SH yang tergabung dalam advokat pada Lembaga Bantuan Hukum Horas Bangso Batak (LBH HBB), Lamsiang menjelaskan, dalam perkara Nomor: 407/Pdt.G/2019/PN-Mdn di Pengadilan Negeri Medan Kelas I-A Khusus itu, delapan warga masing-masing, Ali (43), Tang Tak Yong (62), Anto Cia Wijaya (36), Gek Piew, Hasim Kassim (67), Tjau Pei Hua alias Nelly (60), Ong Gun Ju alias Jun Fat (58), dan Sinar R Sihotang (46) yang semuanya beralamat di objek tanah yang disengketakan, dengan tegas bahwa tidak pernah terjadi jual beli di tanah tersebut.
"Kalau pun misalnya ada kan klien kita pasti tau atau pun tetangga melihat dalam pengukurannya, makanya ini cukup aneh," tegasnya.
Makanya, sambung Lamsiang lagi, kliennya tetap mempertahankan hak atas tanah yang digugat tersebut. Pihaknya pun sangat mempertanyakan mengapa bisa terbitnya sertifikat tersebut.
"Jadi perlu kami garis bawahi, secara alas hak dari klien kami meskipun itu SK Camat namun penguasaan fisik ini sudah dimiliki sejak tahun 70 an. Jadi keabsahan dan kelegalitasan prosedur penguasaan fisik di tanah itu kita miliki dilengkapi dengan Dokumen dokumen karena mereka pun ada yang lahir di situ," beber Lamsiang.
Untuk itu, Lamsiang menegaskan kalau sertifikat dari penggugat itu tidak memiliki kekuatan hukum, sementara pihaknya memiliki surat dan dokumen lengkap.
"Jadi sebenarnya kami sebagai tergugat harus dilindungi secara hukum karena dasar terbitnya sertifikat itu belum jelas kekuatan hukumnya," pungkas Lamsiang.
Sidang gugatan perdata dengan agenda mediasi tahap II yang berlangsung secara tertutup itu akhirnya ditunda karena sebagian pihak dari penggugat tidak hadir (hanya dihadiri kuasa) dan akan dilanjutkan pada pekan depan.
Diketahui, Law Firm Hariandja - Sianturi & Partners sebagai kuasa hukum dari Megawati Halim (penggugat) mengajukan gugatan perdata ke PN Medan terhadap 8 warga tersebut dengan mengklaim sebagai pemilik yang sah di atas tanah tersebut. Dasarnya penggugat memiliki SHM Nomor 1989 Sekip seluas 1.588 M2 sesuai surat ukur Nomor 00017/SEKIP/2014 tanggal 12 Mei 2014.
Sementara, Satria Braja Hariandja selaku kuasa hukum dari penggugat saat ditemui di kantornya enggan berkomentar karena mengaku kalau perkara ini masih dalam tahapan mediasi. "Kalau kami terlalu banyak berbicara pasti tidak baik karena peluang untuk berdamai itu kemungkinan ada, apalagi ini kan ranah perdata bukan pidana," jawabnya, Kamis sore.
Disinggung perihal asal usul sertifikat tersebut, Hariandja langsung menolak membeberkannya. "Soal itu saya no comment," tandasnya.