Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Dipimpin tiga hakim; Budiamin Rodding, Pengki Nurpanji dan Febru Wartati, pagi tadi, Rabu (14/8/2019), berlangsung sidang perdana gugatan terhadap pemecatan 16 pengelola Pers Mahasiswa "Suara USU", di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. Sebagai penggugat adalah Yael Stefani Sinaga (Pemimpin Umum) dan Widiya Hastuti (Pemimpin Redaksi) Suara USU yang diwakili kuasa hukum dari Lembaga Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu). Sedangkan tergugat, Rektor USU, Runtung Sitepu. diwakili kuasa hukumnya, Bachtiar Hamzah.
Yael dan Widiya menggugat SK Rektor No. 1319/2019 tertanggal 25 Maret 2019 yang memberhentikan mereka sebagai pengelola Suara USU. Keduanya diberhentikan akibat menayangkan cerpen berjudul "Ketika Semua Menolak Kehadiranku di Dekatnya" di website www.suarausu.co. Oleh pihak rektorat Cerpen tersebut dituding berbau pornografi dan mempromosikan perilaku "LGBT" (lesbian, gay, bisexual dan transexual)
Roy Marsen Simarmata selaku kuasa hukum dengan tegas menolak tudingan Rektorat USU yang menyebut cerpen karya Yael menyebarluaskan paham LGBT. Cerpen tersebut hanya berusaha menangkap fenomena sosial, di mana terdapat kelompok masyarakat yang dijauhkan akibat pilihan perilaku yang berbeda.
"Itulah kenapa kami menggugat agar SK Rektor USU yang berusaha membungkam kebebasan berekspresi para pengelola Suara USU," ujar Roy.
Bachtiar Hamzah selaku kuasa hukum Rektor USU dalam jawabannya terhadap penggugat menyebutkan gugatan yang disampaikan ke PTUN Medan sudah melampaui batas waktu. Sesuai pasal 53 UU No. 9/2004 tentang PTUN dikatakan gugatan setidaknya didaftarkan selambat-lambatnya 90 hari sesudah SK diterima.
Terhitung sejak 26 Maret 20019 saat SK No. 1319 diterima penggugat, ujar Bachtiar, seharusnya gugatan paling lambat didaftarkan ke PTUN pada 26 Juni. Tetapi hal itu baru dilakukan pada bulan Juli.
"Jadi gugatan penggugat sudah melampaui batas waktu yang ditentukan," ungkapnya.
Kelemahan lainnya, terang Bachtiar, penggugat tidak berada dalam kapasitas sebagai pemimpin Suara USU sehingga gugatannya dianggap keliru. Keduanya sudah tidak berstatus sebagai pemimpin.
Sejumlah argumen lainnya guna mematahkan gugatan penggugat disampaikan kuasa hukum tergugat dalam bentuk jawaban (eksepsi) tertulis.
Oleh Roy dan kuasa hukum Yael dan Widiya lainnya secara tertulis jawaban terhadap eksepsi tergugat akan dibacakan pada sidang berikutnya yakni pada 21 Agustus 2019.
Terhadap batas waktu 90 hari yang disebutkan sudah terlampaui, Roy menyatakan penghitungannya sejak keberatan atas SK Rektor disampaikan. Bukan sejak SK diterbitkan.
"Mengacu pada Perma No. 6/2018, waktunya dihitung sejak pernyataan keberatan terhadap SK Rektor disampaikan, bukan mulai dari SK diterima," tegas Roy.
Pihaknya masih akan mempelajari eksepsi tergugat dan menyampaikan jawaban berikutnya pada sidang mendatang.