Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dari 28 daerah di Indonesia menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) meminta kembali diberikan otoritas mengeluarkan sertifikat halal. Padahal, dalam perumusan UU Jaminan Produk Halal (JPH), MUI juga dimintai pendapat oleh DPR.
"Langkah sejumlah Direktur LPPOM MUI mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan pembatalan norma Pasal 5, Pasal 6, Pasal 47 ayat 2 dan ayat 3 UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH) patut dicermati. Peristiwa ini sangat menarik dan unik. Sebab dalam proses perumusan beleid tersebut pemerintah dan DPR secara intens melibatkan unsur MUI," kata dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj, Kamis (15/8/2019).
Sejak digagas tahun 2004, beleid ini baru disahkan tahun 2014 di masa-masa akhir kepemimpinan SBY. Butuh waktu sepuluh tahun untuk mengolkan UU itu.
"Konsep UU JPH memang mengalami pasang surut. Tarik ulur berbagai kepentingan tak terhindarkan. Bukan saja kalangan domestik tetapi juga kepentingan pihak-pihak di luar negeri," ujar Mustolih.
Dalam berkas permohonan yang sudah diunggah di situs MK (MK), LPPOM MUI Pusat tidak ikut menggugat. Selain itu, UU JPH pernah digugat pula ke MK beberapa waktu lalu. Dalam sidang, Direktur LPPOM MUI Pusat diajukan pemerintah sebagai saksi ahli.
"Pertanyaannya kemudian apakah uji materi (judicial review) tersebut merupakan representasi kelembagaan LPPOM MUI organ resmi di bawah MUI Pusat? Hal ini penting mengingat dalam Pasal 20 UUJPH MUI tetap memegang peran sangat vital menerbitkan fatwa halal dalam proses sertifikasi halal. Tanpa fatwa MUI bukti halal tidak akan dikeluarkan. Karenanya uji materi kali ini menjadi anomali sekaligus a historis," papar Mustolih.
Menurut Mustolih, norma Pasal 5, 6, 47 ayat 2 dan ayat 3 yang digugat kali ini, dinilai sama sekali tidak bertentangan dengan konstitusi negara. Justeru apabila pasal tersebut dibatalkan atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat pemerintah akan dianggap lepas tangan, Negara dianggap lalai serta tidak hadir terhadap persoalan sistem jaminan halal yang menjadi hajat hidup orang banyak baik di kancah domestik maupun global.
"Karenanya negara melalui pemerintah yang berhak mengatur soal sertifikasi halal, aktor non negara seperti LPPPOM MUI tidak bisa karena tidak memiliki instrumen dan perangkat yang bisa memaksa. Namun tetap dilibatkan dalam beberapa bentuk partisipasi termasuk membentuk Lembaga Penjamin Halal (LPH)," ujar Waketum DPP Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) itu.
Terlebih peran LPPPOM MUI dalam menerbitkan sertifikasi halal sebelum berlakunya UU JPH hanya bersifat sementara. Karena Kementerian Agama kala itu belum siap SDM maupun infrastruktur sehingga dilimpahkan ke LPPOM MUI.
"Landasan yuridisnya pun hanya mengggunakan alas Keputusan Menteri Agama Nomor 518 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 519/2001," beber Mustolih.
Norma pengaturan sertifikasi halal bukan saja ada di UU JPH tetapi juga tersebar di berbagai paraturan perundang-undangan lainnya. Antara lain Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK), Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) dan sebagainya.
"Karena sertifikasi halal saat ini tidak lagi bersifat voluntary (sukarela) melainkan sudah mandatory (kewajiban) maka pemerintah mengambil alih. Jika kewenangan tetap berada di LPPOM MUI justeru akan menjadi problem sangat serius terkait ketatanegaraan. Karena itu akan lebih baik bila LPPOM MUI berkonsentrasi melayani ummat dan bersinergi bersama pemerintah menyongsong pelaksanaan mandatory sertifikasi halal yang sudah di depan mata, yang akan efektif mulai 19 Oktober 2019," pungkas Mustolih.
Dalam kasus ini, MUI Pusat sudah tegas menyatakan tidak ikut menjadi penggugat di MK.
"MUI tidak mengajukan judicial review atas UU JPH," kata Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, dalam keterangannya, Selasa (4/6/2019).
Sebagaimana diketahui, UU JPH disahkan pada 2014. UU itu memberikan amanat kepada Kementerian Agama membentuk badan khusus yang menangani soal halal. Badan ini nanti mengawasi lembaga-lembaga yang memberikan sertifikat halal, tidak hanya LPPOM MUI. Lembaga yang mempunyai kapasitas dan kredibel selain LPPOM MUI, bisa juga mengeluarkan sertifikat halal.(dtc)