Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Surabaya - Akun Instagram @mirrorgenk menyebut Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya sebagai kampus para mahasiswa dalam cerita horor 'KKN Desa Penari'. Namun pihak kampus dengan tegas membantahnya.
Postingan tersebut kemudian membuat heboh dan memantik beragam komentar warganet. Detikcom kemudian mendatangi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) kampus Untag di Jalan Semolowaru. Yakni untuk menanyakan kebenaran postingan @mirrorgenk yang diunggah 4 hari lalu.
"Kita tahun 2009 itu, kita nggak pernah mengirim KKN ke sana. Kita belum pernah. Itu misalnya di Banyuwangi ya. Kita selama ini belum pernah sampai ke sana," kata Ketua LPPM Untag Surabaya Muslimin Abdurahim saat ditemui detikcom, Senin (16/9/2019).
Muslimin juga menepis postingan yang menyebut peserta dari kampus Untag per kelompok berjumlah 6 sampai 8 mahasiswa. Sebab, selama ini dalam setiap KKN, Untag selalu mengelompokkan 30 sampai 40 mahasiswa.
"Kemudian kalau nggak salah pesertanya kan ada 6 dan 8 orang. Kelompok 6, satu kelompok lagi 8. Sedangkan di Untag ini KKN-nya ini 30 sampai 40 per kelompok. Kita kemarin di Gresik sampai 30 kelompok. Karena memang lebih dari 1.500 mahasiswa," terang Muslimin.
"Dan setiap kelompok selalu didampingi oleh dosen pembimbing lapangan (DPL). Di samping itu ada panitia, panitia itu biasanya ada di posko. Panitia seluruh anggota LPPM masuk di situ, ditambah dari seluruh wakil fakultas masing-masing atau jurusan. Jadi relatif ada semua dan selalu mengontrol setiap desa. Dan di setiap desa ada DPL," tambahnya.
Ia kembali menegaskan, postingan yang beredar di media sosial tidak benar. Sebab dari kriteria yang disebutkan juga sudah berbeda jauh.
"Itu nggak lah, karena dari kriteria sudah beda. Kelompoknya sudah beda, terus jumlah orangnya sudah beda yang 8 sampai 6 itu sudah beda," lanjut Muslimin.
Menurut Muslimin, selama ini pihak Untag selalu melakukan KKN hanya di sekitar tiga daerah saja seperti Lamongan, Gresik dan Jombang. Hal itu dilakukan untuk menekan biaya KKN yang memang dibebankan kepada para mahasiswa yang mengikuti.
Ia juga membantah bahwa Untag tidak lagi mengirimkan mahasiswanya KKN di Jatim bagian timur sejak 2009. Sebab pada 2017, pihaknya pernah mengirim KKN ke Probolinggo.
"KKN hanya di sekitar Gresik, Lamongan dan Jombang pernah kita di sana. Kalau jauh-jauh kita kan berpikir terlalu mahal. Karena KKN itu kan biayanya ditanggung oleh mahasiswa kalau kita terlalu jauh biaya akan terlalu mahal. Kecuali kalau kita ada permintaan dan penugasan dari Ristekdikti atau dari Jakarta, itu kan mereka yang biayai. Jadi nggak ada sampai ke timur jauh itu," terang Muslimin.
"Kalau 2017 di Probolinggo iya. Kita memang ada kerjasama dengan ibu wali kota. Dan kita waktu itu di kotanya waktu itu bukan di desa. Itu KKN reguler atau masal. Itu permintaan kerjasama dengan bu wali," lanjut Muslimin.
Untuk itu, pihaknya mengaku heran mengapa kampusnya disangkut-pautkan dengan cerita horor 'KKN Desa Penari'. Menurutnya informasi itu tidak berdasar.
"Itu saya nggak tahu dasarnya mengatakan itu dari mana. Karena kita nggak pernah mengirim 6 atau 8 orang KKN selama ini," Pungkasnya.
Spekulasi yang di-posting @mirrorgenk merujuk pada kisah mistis yang sebelumnya diceritakan akun Twitter @SimpleM81378523. Bahwa ada 14 mahasiswa-mahasiswi yang menggelar KKN di Kota B, Jawa Timur, pada 2009 akhir. Mereka merupakan mahasiswa-mahasiswi angkatan 2005/2006 dari sebuah perguruan tinggi di Kota S.
Enam mahasiswa-mahasiswi di antaranya disamarkan dengan nama Ayu, Nur, Widya, Wahyu, Anton, dan Bima. Dua di antaranya meninggal setelah melewati seabrek hal mistis di tempat KKN tersebut. dtc