Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya membayangkan pariwisata di kawasan Danau Toba berbasis partisipasi rakyat. Penduduk di pedesaan menggelar festival kultural yang beragam. Komoditas seperti kopi, nanas, andaliman, mangga, kuliner lokal dan ulos pun bisa difestivalkan. Saya kira akan membuat wisatawan tertegun, dan mau mampir.
Jadinya yang sibuk bukan cuma pengusaha dan pejabat. Tetapi juga rakyat. Efeknya tak mustahil ada turis yang menginap di rumah-rumah rakyat di kawasan Danau Toba. Ini membuka peluang munculnya homestay.
Pemerintah provinsi dan kabupaten di kawasan Danau Toba harus memotivasi rakyat merintis desa wisata. Mereka gelar beragam festival. Mendirikan homestay. Mengedukasi menata toilet, melipat seprai hingga tersenyum ramah kepada tamu. He-he, ada pula kursus bahasa asing gratis.
Sayangnya, pemerintah lebih fokus kepada para pengusaha hotel dan restoran. Lalu, membangun berbagai sarana infrastruktur. Tapi kurang memberdayakan manusianya.
Tengoklah, Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Berkat kunjungan turis yang menaik, telah membuat pendapatan per kapita masyarakat naik hingga 120%. Naik dari Rp20,8 juta per orang per tahun menjadi Rp45 juta per orang per tahun.
Saya riset dari sana sini, juga menurunkan angka kemiskinan menjadi 8,79 persen pada 2016. Bahkan, telah menaikkan jumlah wisatawan hingga 1.344%.
Kunjungan wisatawan asing per 2017 saja sudah mencapai 98.000orang. Yang luar biasa adalah wisatawan nusantara yag sudah mencapai 5 juta orang, padahal pada 2010 masih 500.000 orang. Naik 10 kali lipat.
Kata kucinya adalah karena Banyuwangi mempunyai event terpadat. Sepanjang 2018 misalnya, Banyuwangi menyelenggarakan 77 festival dan karnaval. Rata-rata 7 event saban bulan yang merupakan prakarsa rakyat.
Pemkab dan para SKPD pun membuka website mempromosikan event festival dan karnaval tersebut. Bahkan, anak-anak muda juga turut mempromosikannya melalui facebook dan twittter.
Semua warga “demam parisiwisata.” Mereka menyadari bahwa efeknya akan menguntungkan. Jika turis semakin deras datang, tentu saja akan berbelanja di Banyuwangi sehingga rejeki pun melimpah ruah.
Pemerintah secara top down telah menetapkan Danau Toba dan Nias sebagai destinasi wisata kelas dunia. Maka secara bottom up, masyarakat harus berkemas-kemas menyambutnya.
Begitu juga warga di destinasi wisata lainnya, seperti Bukitlawang, Tangkahan dan sebagainya. Jangan sampai ada yang alergi terhadap kunjungan wisatawan.
Lagi pula di zaman global ini semua ruang dunia sudah terbuka. Era negeri tirai besi dan tirai bambu sudah lampau. Think globally and act locally. Berpikir global namun tidak melupakan budaya lokal, atau nilai-nilai asli.