Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Banyaknya aksi mafia migas di Indonesia membuat terhambatnya pembuatan kilang minyak. Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi mengatakan, sudah lebih dari 20 tahun Pertamina tidak membuat kilang minyak baru. Menurutnya, hal tersebut disebabkan aksi mafia migas dalam pengadaan impor crude oil dan BBM.
"Kalau kajian kami, kenapa 20 tahun lebih Pertamina tidak membangun kilang minyak, ternyata ini juga bagian dari permainan (mafia migas)," tutur Fahmy yang juga tergabung dalam Tim Anti Mafia Migas di Bakoel Koffie, Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Menurutnya, jika kilang minyak tak dibangun maka impor BBM dan crude oil akan semakin besar. Hal tersebut juga berpotensi semakin maraknya tindakan korupsi atau pun suap oleh mafia migas.
"Kalau tidak membangun kilang minyak maka impor semakin besar. Kalau impor semakin besar, potensi korupsi dan suap di pengadaan itu semakin besar," ujar Fahmy.
Fahmy mengungkapkan, aksi mafia migas di industri hulu migas sudah cukup berkurang dengan tata kelola yang mulai transparan. Namun, di midterm ini atau pengadaan impor yang jadi 'sasaran empuk' mafia migas.
"Kalau di hulu saya kira tata kelola sudah mulai transparan.Tapi di midterm tadi pengadaan impor misalnya, pengadaan impor bbm, pengadaan impor minyak untuk kilang kita yang itu menjadi peluang suap yang ditetapkan KPK.Nah itu akan besar sekali," papar dia.
Untuk itu, Fahmy menyarankan agar kilang minyak di RI terus dibangun untuk mengurangi impor BBM dan crude oil. Selain itu, penggunaan bahan bakar B20 dan B30, harus digalakkan. Jika dua hal tersebut dilakukan, maka diprediksi aksi mafia migas bisa berkurang, dan dapat menekan defisit neraca migas.
"Kilang harus segera dibangun, kemudian penggunaan B20 dan B30 harus digalakkan maka dapat mengurangi impor. Pengurangan impor ini dapat mengurangi potensi korupsi dan menekan defisit di neraca migas," pungkas Fahmy. dtc