Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Belum reda tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, kini Negera Paman Sam tersebut malah memperluasnya ke Eropa. Kondisi ini pun berpeluang menghantam ekonomi Sumatra Utara (Sumut). Pasalnya, ekspor Sumut sangat bergantung kepada buyer (pembeli) asal Cina, AS dan Eropa.
"Karena itu, Sumut akan sulit mempertahankan pertumbuhan ekonominya di tengah ketidakpastian ekonomi global yang bisa saja seketika menekan laju pertumbuhan ekonomi daerah ini. Apalagi tak bisa dipungkiri, ekspor masih berkontribusi besar terhadap ekonomi Sumut," kata pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Sabtu (5/10/2019).
Sumut memang masih mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,25% di semester I-2019. Capaian itu di atas rata-rata nasional sebesar 5,05%. Tapi meluasnya perang dagang perlu diwaspadai.
Karena itu, kata Gunawan, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang lebih menekankan agar pertumbuhan ekonomi ke depan lebih dimotori oleh belanja pemerintah, pembentukan modal tetap bruto (PMTB), sektor pertanian, dan konstruksi sudah tepat. Karena itu, belanja pemerintah harus secepatnya direalisasikan untuk mendongkrak laju pertumbuhan ekonomi Sumut.
Gunawan menekankan, Sumut jangan bergantung kepada suatu hal yang tak pasti seperti mengharapkan harga sawit pulih di tengah perang dagang yang makin berkecamuk. Sumut harus melakukan upaya-upaya serius agar ekonomi Sumut tidak terpuruk.
Karena sejauh ini, CPO hanya diperdagangkan dikisaran RM 2.350/metrik ton. Padahal harga CPO di 3 tahun lalu sempat mendekati RM 3.500/metrik ton. Bahkan jika ditarik data 10 tahun lalu, harga CPO nyaris tidak jauh berbeda dengan saat ini.
"Jadi upaya Sumut harus maksimal untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi. Sumut tengah berhadapan dengan ketidakpastian ekonomi global, dan cenderung ketidakpastian itu merugikan ekonomi Sumut. Karenanya, akan lebih baik lagi kalau Sumut menggandeng BI dalam meminimalisir kemungkinan dampak buruk ekonomi global ke depan," kata Gunawan.