Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Warga dari sejumlah desa di Kabupaten, Dairi, Sumatara Utara, menolak serta mempertanyakan izin beroperasinya kembali PT Dairi Prima Mineral (DPM) di sekitar desa mereka. Menurut warga, kehadiran PT DPM mengancam lahan pertanian dan berpotensi menimbulkan bencana di sekitar desa mereka.
Demikian dikatakan warga sejumlah desa di Kabupaten Dairi, dalam konferensi pers yang berlangsung di D' Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja, Medan, Selasa (8/10/2019).
"Kami menolak perusahaan itu. Pertambangan itu sudah jelas merusak lahan pertanian kami," kata salah seorang warga warga Desa Bongkaras, Kecamatan Silimapungga, Dairi, Sugianto Hasugian.
Hal sama juga disampaikan Tohonan Sihombing, warga Desa Pandiangan, Kecamatan Lae Parira, Dairi. Menurutnya, masyarakat Desa Pandiangan selama ini hidup dari pertanian. Kehadiran PT DPM dikhawatirkan akan merusak lahan pertanian dan rentan bencana alam.
"Jangan sampai lahan pertanian kami dirusak. Lagipula kami tidak tahu dan tidak pernah dijelaskan seperti apa operasi perusahaan itu," kata Tohonan.
Sherly Siahaan, warga Parongil, Kecamatan Silimapungga, Dairi menambahkan, beroperasinya PT DPM unprosedur. Dijelaskannya, perusahaan tidak pernah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang prosedur dan operasional mereka.
"Saya beberapa kali telah mengirimkan permohonan agar diberikannya informasi atas beroperasinya kembali PT itu kepada Kementeriaan Energi dan Sumber Daya Alam dan KLHK. Termasuk masalah amdal," namun hingga kini informasi itu belum kami terima.
Debora Gultom dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih (YDPK), lembaga yang mendampingi warga mengatakan, pada 2012-2016 perusahaan itu tidak beroperasi karena diprotes warga. Namun pada akhir 2017, perusahaan ini kembali beroperasi. Perusahaan itu sendiri sudah beroperasi sejak 1998 dengan kontrak karya 27.420 Ha. Namun sejak awal perusahaan ini sudah diprotes warga.
"Itulah yang kami pertanyakan, apa dasar perusahaan itu beroperasi kembali. Mana suratnya? Kami pernah meminta ke DPRD dan KLHK, tapi hingga saat ini tidak pernah ditunjukkan," kata Debora.
Selain YPDK, warga juga didampingi Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatra Utara (Bakumsu) Jaringan Advokasi Tambang Nasional (JATAM) dan Petrasa.