Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Sanksi tarif dari Amerika Serikat, perlambatan yang sedang berlangsung dalam perdagangan global, serta berkurangnya permintaan menyeret ekspor dan impor Cina menyusut lebih dari yang diharapkan pada September.
"Ekspor dalam dolar AS turun 3,2% secara tahunan, sedangkan impor turun 8,5%. Surplus perdagangan berada pada US$39,65 miliar," menurut data bea cukai Cina, dikutip melalui Bloomberg, Senin (14/10/2019).
Menurut data yang dikumpulkan Bloomberg, para ekonom telah memperkirakan bahwa ekspor akan turun 2,8%, sedangkan impor akan menyusut sebesar 6% sepanjang September.
Ekspor yang lemah menambah tekanan pada ekonomi yang sudah memburuk, yang diperkirakan tumbuh dengan laju paling lambat pada kuartal ketiga, dalam hampir 30 tahun terakhir.
Berlanjutnya pelambatan impor turut mengindikasikan bahwa permintaan domestik melemah. Hal ini akan merusak ekonomi global, yang sudah menghadapi melemahnya permintaan perdagangan.
Dalam yuan, pertumbuhan pengiriman ke AS melambat dari -12,9% pada Agustus, pada tahun sebelumnya, menjadi -21,1%. Itu mungkin karena kenaikan tarif pada impor Cina senilai US$300 miliar yang efektif sejak September.
Ekspor ke AS pada Januari-September turun 6%, sedangkan impor dalam yuan turun 22,5% secara tahunan.
Adapun, total perdagangan dengan AS kini sebesar 2,75 triliun yuan, atau turun 10,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, produk domestik bruto kuartal ketiga yang akan dirilis pada Jumat (18/10/2019), diperkirakan tumbuh sebesar 6,1%.
Meskipun laju pertumbuhan masih rendah, ada beberapa stabilisasi yang kemungkinan terjadi untuk beberapa waktu ke depan menyusul kesepakatan dagang parsial "fase satu" yang dicapai oleh negosiator AS dan Cina pada perundingan pekan lalu.
Kesepakatan ini menunda kenaikan tarif AS sebagai imbalan atas peningkatan pembelian produk pertanian oleh Cina.
Sebelum kesepakatan tersebut diumumkan pada akhir pekan lalu, Oxford Economics memperkirakan bahwa perdagangan AS-Cina, yang sudah turun 20%, masih akan dihadapi dengan prospek yang buruk.
"Perdagangan bilateral telah terpukul dengan keras dan cenderung akan menurun lebih dalam, terutama jika tarif diperluas ke lebih banyak barang," menurut laporan ekonom, Adam Slater, sebelum data dirilis.
Raymond Yeung, Kepala Ekonom untuk kawasan China di ANZ Banking Group. Ltd, Hong Kong, mengatakan bahwa penurunan ekspor dan impor tidak seluruhnya disebabkan oleh ketegangan perdagangan.
“Siklus teknologi belum mendukung. Menurut saya kesepakatan fase satu tidak akan mengubah prospek perdagangan secara material," katanya.
Siklus teknologi merupakan kondisi di mana Cina dan ekonomi utama Asia lainnya, termasuk Jepang, terintegrasi erat melalui rantai pasokan yang terkonsentrasi, khususnya, dalam produksi komputer dan perangkat elektronik lainnya dalam sektor teknologi.
Siklus teknologi yang jenuh telah menjadi salah satu faktor di balik perlambatan perdagangan yang signifikan di Cina pada beberapa tahun terakhir.(bisnis.com)