Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Di sana Presiden, di sini Pemimpin Redaksi (Pemred). Wakil Presiden (Wapres) padanannya Wakil Pemimpin Redaksi (Wapemred). Menteri Koordinator (Menko) layaknya Redaktur Pelaksana (Redpel). Menko membawahi sejumlah menteri. Redpel mengkordinasikan sejumlah redaksi, penanggungjawab rubrik. He-he, kira-kira redaksi pun setara dengan menteri.
Begitulah, wajah kedua institusi tersebut jika dikaji dari sudut strukturulogi. Bedanya Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat melalui Pemilu. Jadilah, Presiden dan Wapres digaji oleh APBN. Sementara Pemred dan Wapemred ditunjuk dan digaji oleh perusahaan surat kabar.
Menko memimpin para menteri agar saling mendukung dan tidak egosektoral. Juga memberi guidance agar berpacu laju. Redpel juga memberi sentuhan akhir agar tulisan para redaktur lebih menarik seraya menjaga agar tidak ada tumpang tindih berita antarrubrik.
Para menteri melaksanakan program sesuai visi misi Presiden dan Wapres. Inovasi dan kreatifitas dipujikan dan piawai melakukan eksekusi sehingga bermanfaat bagi khalayak ramai.
Para redatur surat kabar menyunting berita reporter sehingga layak cetak. Tak melanggar kode etik, sehingga berita yang dimuat pun mencerdaskan dan mencerahkan para pembaca.
Di sinilah tugas pokok dan fungsi (tupoksi) menteri bertemu dengan tupoksi redaktur surat kabar. Para menteri berikhtiar agar programnya bermanfaat bagi rakyat. Redaksi juga “melayani” kebutuhan masyarakat atas informasi.
Ajaib juga. Padahal kabinet dihasilkan melalui proses demokrasi dan politik. Sementara struktur redaksi surat kabar adalah proses manajemen perusahaan, tapi tak bisa eksis tanpa keberadaan publik. Keduanya bertemu di kuala yang sama, yakni bekerja demi kepentingan rakyat.
Memang, tanpa pers, Indonesia akan sepi. Pemerintahan tidak tahu apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Kabinet juga akan merasa sunyi jika tidak ada kritik pers, ibarat gulai tanpa garam.
Saya berharap kebebasan pers tetap dilindungi oleh pemerintah. Sebab “seburuk-buruknya” kebebasan pers – jika ada – lebih buruk lagi jika tanpa kebebasan pers.
Itulah sebabnya pers juga dijuluki sebagai lembaga keempat, menyempurnakan trias politika, lembaga eksekutif, legislatif dan judikatif
Sayangnya, lihat tuh, ada juga “pemilik” dan pengelola media di dalam Kabinet Indonesia Maju. Semoga tidak terjadi conflict of interest. Sebab pers adalah lembaga yang (mestinya) independen. Tabik!