Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Hattrick Wali Kota Medan tersangkut korupsi seperti mengingatkan kalimat “Hanya keledai mau jatuh dua kali ke dalam lobang yang sama”. Tapi, Wali Kota Medan telah tiga kali berturut-turut jatuh ke lubang yang sama, ditambah Gubernur Sumatera Utara sebanyak dua kali berturut-turut.
Menurut UU No 31 Tahun 1999, orang yang disebut korupsi adalah setiap orang yang dengan secara sengaja melawan hukum untuk melakukan perbuatan dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) adalah perilaku menyimpang untuk memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri), atau melanggar aturan pelaksanaan yang menyangkut jabatan.
Hari Pahlawan adalah momentum mengenang perjuangan mengusir kolonialisme yang menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan bagi masyarakat kebanyakan pada masa itu. Seharusnya menjadi momen yang ditransformasikan menjadi semangat mengentaskan kemiskinan dan pemenuhan hak asasi setiap warga, sebagai bentuk pengabdian pada bangsa dan negara.
Jika 10 November 1945 adalah perjuangan mewujudkan kemerdekaan, maka saat ini perjuangan terberat adalah memerangi penyebab kemiskinan, seperti perilaku korupsi yang sudah menjadi ancaman kehidupan dan terus menggurita, tidak hanya merusak sektor ekonomi, tetapi juga merusak sektor politik, kesehatan, pendidikan dan berbagai sektor lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Disebut pahlawan ada konotasi makna terselip unsur kebenaran yang diyakini. Di satu sisi ada keberanian dan pengorbanan di sisi lain. Pahlawan berjuang karena meyakini kebenaran yang dianutnya.
Dalam perjuangan kemerdekaan, kepahlawanan diasumsikan dengan keberanian dan pengorbanan melawan kolonialisme. Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dijadikan sebagai peringatan keberanian dan pengorbanan para pasukan dan rakyat yang melawan kembalinya kolonialisme (Sekutu dan NICA) dalam pertempuran yang tidak seimbang secara peralatan.
74 Tahun setelah peristiwa Surabaya dan kemerdekaan sebagai sebuah bangsa dan negara, ruang pertempuran telah bergeser ke pemenuhan hak asasi dan kemerdekaan setiap warga negara, sebagai perwujudan amanat konstitusi yakni memajukan kesejateraan umum.
Korupsi dan Kemiskinan
Korupsi dan kemiskinan adalah dua hal yang sangat bersinggungan dan berkaitan. Korupsi yang menyebabkan kerugian negara hingga triliunan, di mana alokasi dana pembangunan untuk kepentingan publik dirampok dan dimanipulasi untuk memperkaya diri, keluarga dan kroni.
Kerugian negara pada hakekatnya adalah kerugian publik, dan termasuk di dalamnya adalah orang-orang miskin yang seharusnya menjadi bagian dari penikmat kemerdekaan dan pembangunan. Kerugian yang berkelanjutan tentunya akan memicu kemiskinan dan ketimpangan ekonomi, apalagi jika terjadi secara massif dari level desa hingga ke level nasional.
Kemiskinan yang tidak semata dipengaruhi oleh sikap mental tidak mau bekerja keras, tetapi juga ada campur tangan dari penguasa yang korup. Karena melahirkan ketidakadilan ekonomi, sosial dan politik. Ketika korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi budaya, maka secara otomatis akan berlaku hukum yang kuat menindas yang lemah.
Praktek manipulasi dan korupsi secara langsung akan berkontribusi pada ketimpangan untuk memperoleh akses sumber pendapatan, struktur kepemilikan dan penggunaan tanah, hingga pengelolan sumber daya alam. Kondisi yang mengakibatkan semakin dalamnya jurang antara yang kuat dan yang lemah, dan melahirkan kemiskinan yang terus berlanjut, dengan masalah lanjutannya seperti keterbelakangan dan tingkat pendidikan yang rendah.
Akar masalah korupsi saat ini disinyalir bukan lagi pada masalah sistem. Tetapi pada masalah mental atau moral masyarakat yang mempersepsikan korupsi merupakan masalah wajar (lumrah).
Mengintrodusir Kepahlawanan
Tradisi dan budaya korupsi telah demikian mengakar dalam birokrasi, hukum hingga politik, perang yang sangat membutuhkan konsistensi, daya tahan serta pengorbanan yang luar biasa. Menjadi hal yang aneh pada saat ini ketika ada masyarakat yang tidak melakukan praktek suap menyuap jika berurusan dengan administrasi dan pelayanan publik, hingga perolehan jabatan.
Secara sistem pemberantasan korupsi di Indonesia sebenarnya sudah bagus. Namun, mentalitas dan moralitas masyarakat sering menjadi kendala utama. Karena sebaik apapun sistem tanpa diikuti dengan moral baik ( good behavior ), hanya akan menjadikan regulasi sebatas lips service.
Belakangan masyarakat cenderung permisif terhadap tindakan korupsi, mungkin karena sudah terlalu familiar dengan tindakan korupsi pejabat, sehingga terkesan menganggap wajar dan lumrahnya tindakan korupsi. Sikap yang menunjukkan bahwa korupsi seolah identik dengan pekerjaan biasa.
Sikap yang lahir karena hampir tidak ada lembaga yang bebas dari korupsi. Dari tiga klasifikasi lembaga pemerintahan (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) semua tidak pernah sepi dari berita korupsi. Contoh sederhananya adalah banyaknya anggota DPR / DPRD, menteri, kepala daerah, sampai pejabat hukum dan peradilan tersangkut persoalan korupsi.
Pemberatasan korupsi tidak semata-mata masalah pembenahan sistem, melainkan problem mental, sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif. Diakui atau tidak diakui korupsi sudah membudaya dalam tata kelola pemerintahan, bahkan sudah membudaya di tengah-tengah sebagian masyarakat.
Budaya korupsi yang merusak cara pandang dan perilaku, adalah persoalan terberat, karena akan diperhadapkan pada sulitnya mengobati penyakit mental yang merasuk di masyarakat, walaupun banyak pengusaha dan pejabat yang dipenjara, ternyata tidak mampu memberikan efek jera.
Sehingga mengintrodusir semangat kepahlawanan untuk menolak korupsi menjadi sangat mutlak untuk dilakukan. Kejujuran, Integritas, Pengabdian dan pengorbanan adalah sesuatu yang langka pada saat ini, sehingga mendorongnya kembali sebagai “ way of life “ adalah suatu kebutuhan.
*Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan identitas atau biodata diri singkat (dalam satu-dua kalimat untuk dicantumkan ketika tulisan tersebut dimuat). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Kirimkan tulisan dan foto (minimal 700 pixel) Anda ke [email protected].