Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Surabaya. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur tengah menangani empat kasus terpidana mati. Salah satunya kasus pembunuhan satu keluarga pada 1995 oleh terpidana Sugiono alias Sugik.
Kepala Kejati Jatim M Dhofir mengatakan eksekusi mati Sugik kemungkinan besar akan batal. Hal ini karena kondisi Sugik yang mengidap penyakit kejiwaan.
"Posisi yang bersangkutan dalam keadaan sakit, yang Sugiono sampai hari ini yang bersangkutan masih sakit kejiwaan dan kemarin saya perintahkan untuk mengecek ke sana memang kalau kondisi kesehatannya sudah memprihatinkan," kata Dhofir di Surabaya, Sabtu (30/11/2019).
Lalu, apa maksud dari memprihatinkan? Dhofir memaparkan pihaknya telah mengecek kondisi Sugik, hasilnya Sugik sudah tak bisa diajak bicara. Bahkan, Sugik kerap membuang air kecil hingga besar sembarangan.
"Diajak ngomong juga susah, nggak bisa tidur. Informasi memang dia juga membuang air sembarangan dan tidak sesuai dengan apa yang kita orang diajak ngobrol saja sudah susah," imbuhnya.
Padahal, lanjut Dhofir, terpidana yang dieksekusi baiknya memang dalam kondisi sadar. Karena, sebelum dieksekusi nanti akan disampaikan apakah terpidana tersebut memiliki wasiat.
"Kalau eksekusi itu kan permintaan terakhir pasti disampaikan, diberikan pemantapan kejiwaannya, diberi tahu jika mereka akan dieksekusi dan akan diberikan berita acara penyampaian. Tapi bagaimana ini dia akan menyampaikan orang dia nggak tahu apa-apa," lanjut Dhofir.
Selain itu, terpidana juga memiliki hak untuk diberi tahu jika akan dieksekusi. Selain untuk mendengarkan wasiatnya, terpidana mati juga memiliki hak untuk memilih dimana dia akan dimakamkan.
"Merupakan salah satu syarat harus diberitahukan, misalnya mau dimakamkan ya dimakamkan di mana permintaan terakhir lah harus disampaikan," ungkapnya.
Sebelumnya, Sugik telah berupaya lolos dari hukuman mati dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Namun PK itu ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Sugik juga mengajukan grasi dan ditolak Presiden Joko Widodo pada 2016 lalu.
Sementara untuk pelaksanaan eksekusi tiga terpidana hukuman mati lainnya, Dofir mengaku pihaknya masih menunggu proses hukum yang saat ini ditempuh masing-masing terpidana.
"Masih ada proses hukum kasasi dan grasi yang harus kita tunggu," pungkasnya.(dtc)