Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Pengamat politik dari Lembaga Suluh Muda Indonesia, Kristian Redison Simarmata, membuat catatan tentang kiprah Edy Rahmayadi sebagai Gubernur Sumatra Utara sepanjang tahun 2019. Januari sampai Desember. Tahun pertama kepemimpinannya setelah resmi dilantik pada September 2018.
Selain beberapa program yang dijalankan Edy bersama wakil gubernur dan seluruh jajarannya (dinas-dinas), Kristian tak luput juga menyoroti aneka rencana serta pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya ke publik. Yang kemudian disambut dengan berbagai komentar.
Mengembalikan fungsi Lapangan Merdeka Medan sebagai taman kota, tempat warga melakukan aktivitas rekreatif (berolahraga dan bersantai) yang steril dari segala kegiatan berjualan adalah salah satu keinginan yang pertama kali dilontarkannya. Hingga kini wacana tersebut masih terus didengungkan.
Karena Provinsi Sumatra Utara pada event olahraga nasional (PON, Pekan Olahraga Nasional) ke-21 didaulat sebagai salah satu tuan rumah, tahun 2024, Edy bermaksud mendirikan sport center. Di atas lahan seluas 300Ha, disana akan dibangun venue berisi sarana pertandingan 28 cabang olahraga yang akan diperlombakan.
Di kesempatan lain mantan Pangkostrad berpangkat jenderal bintang tiga itu mengungkapkan rencana prestisius lain; yakni membangun transportasi darat modern LRT/MRT, jalan tol dalam kota dan RS Internasional. Berulang-ulang mimpinya itu disampaikan di banyak kesempatan.
Terlepas dari problem pembiayaan untuk merealisasikan bermacam keinginannya itu, Kristian menilai bahwa Edy adalah gubernur kontroversial. Hal itu menjelaskan kalau dia tidak memiliki prioritas yang jelas dalam hal membangun Sumut Bermartabat. Sebagaimana jargonnya sejak masa kampanye pemilihan kepala daerah.
Katanya, dengan jargon Sumut Bermartabat, Edy tidak jelas merumuskan program tahunannya di dalam APBD. Di sektor pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan, prestasi olahraga, pembangunan ekonomi dan lainnya, semuanya tidak ada prioritasnya. Yang terukur sehingga dapat diyakini.
"Sektor pendidikan, misalnya, sejak kewenangan mengelola SMA Negeri berada di Pemprov Sumut, apa kemajuan yang sudah dicapai yang diciptakan gubernur? Banyak sekolah yang bangunan fisiknya tidak layak. Apa ada siswa SMA Negeri yang meraih prestasi tinggi pada event olimpiade di berbagai negara," ujar Kristian kepada medanbisnisdaily.com, Senin (30/12/2019).
Infrastruktur jalan provinsi di banyak kabupaten/kota ditemukan Kristian kondisinya cukup buruk. Kalau saat ini diklaim sudah terdapat 88% dari 3008km jalan provinsi dalam keadaan mantap, pemerintah ditantang membuktikan jalan dimaksud ada dimana saja.
Menurut bekas aktivis mahasiswa di era 1998 ini, bagaimana mungkin Lapangan Merdeka yang kewenangan pengelolaannya berada pada Wali Kota Medan oleh Edy hendak "diambil alih". Seakan dia tidak mengetahui area yang merupakan ancaknya dan bukan. Begitu pula dengan pembangunan jalan tol dalam kota.
Pernyataan-pernyataan nyeleneh Edy sepanjang tahun 2019, bagi Kristian menjadi perhatian khusus. Satu ketika karena merasa tidak didukung para kepala daerah di 33 kabupaten/kota di Sumut, dia "merajuk" alias "ngambek". Dari mulutnya kemudian muncul ungkapan ingin mengundurkan diri. se-Indonesia kemudian geger mempertanyakan kontroversi itu.
Berturut-turut-turut sesudahnya, mantan Pangdam I Bukit Barisan itu tak henti-henti melontarkan statement-statement yang menimbulkan keheranan publik. Memindahkan Asrama Haji dari Jalan AH Nasution ke Kualanamu dengan dalih agar lebih dekat dari bandar udara. Memindahkan kantor Wali Kota Medan ke lokasi Asrama Haji.
Sebelumnya, lontaran pernyataan yang tak kalah "menggegerkan", soal wisata halal yang hendak dibangun di kawasan Danau Toba disampaikannya. Aneka hujatan dan komentar-komentar sinis akibatnya didapatkannya. Bertubi-tubi. Lagi-lagi se-Indonesia, hingga menteri, mengomentari. Sampai-sampai ada warga yang menggelar acara kuliner dengan penganan berbahan daging babi untuk menolak.
Dengan jurus "ngeles" Edy menjawab semua hujatan kepadanya. Katanya dia tak pernah mengeluarkan pernyataan ingin membuat wisata halal di Danau Toba.
Tentang lelang jabatan guna memilih direksi, komisaris dan dewan pengawas Badan Usaha Milik Daerah serta pejabat setingkat Eselon II di lingkungan Pemprov Sumut, adalah kontroversi lain dari tindakan Edy. Bagaimana mungkin nama-nama kandidat yang dihasilkan dari seleksi ketat olah panitia seleksi yang dibentuknya, dibatalkan dengan alasan tidak memenuhi kwalifikasi yang diinginkannya.
Anehnya, rekrutmen dilakukan ulang oleh pansel serupa. Dampak dari keanehan tindakannya itu, ada beberapa organisasi perangkat daerah (dinas) yang seharusnya pimpinannya sudah defenitif tetapi saat ini masih berstatus pelaksana.
Pernyataan teranyar Edy yang tak kurang "mengejutkan", ujar Kristian, adalah tentang Bupati Tapanuli Selatan, Bakhtiar Ahmad Sibarani, yang katanya tidak disayangi oleh warganya. Karena tidak mampu mengangkat mereka dari kemiskinan. Dia secara terang-terangan menyebutkan tidak mendukung Bakhtiar sebagai pemimpin.
Saking "aneh"-nya ucapan tersebut, sampai-sampai ada organisasi kemahasiswaan yang berniat mengadukan Edy ke Kementerian Dalam Negeri. Agar diperiksa kesehatan jiwanya.
"Menurut catatan saya, sepanjang tahun 2019, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi penuh dengan kontroversi. Kontroversial, tidak terlihat satupun prioritas kerjanya," tegas Kristian.
Niatnya memindahkan kantor Wali Kota Medan dari Jalan Kapten Maulana Lubis ke lokasi Asrama Haji, terangnya, semakin menguatkan sindiran padanya sebagai "gubernur rasa wali kota". Melontarkan sesuatu yang bukan kewenangannya.
Begitupun, papar Kristian, di tengah "kegemaran"-nya melahirkan kontroversi, masih terdapat hal positif yang terus-menerus dilaksanakan Edy yang patut diapresiasi. Yaitu memelihara dan memperkuat keberagaman. Mendorong terciptanya kebhinekaan di tengah banyaknya perbedaan di tengah-tengah warga Sumut. Untuk ini komitmennya sangat baik.