Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Kasus kekerasan terhadap anak sepertinya akan terus berkembang. Hal ini karena semakin banyak orangtua yang 'mewariskan' perilaku kekerasan itu dari generasi ke generasi berikutnya.
"Orangtua yang dibesarkan dengan kekerasan cenderung akan mengulangi kekerasan yang dicontohkan orangtuanya dahulu pada anaknya. Mereka beranggapan bahwa kekerasan sebagai cara efektif untuk mendisiplinkan anak," ungkap psikolog yang juga merupakan Direktur Minauli Consulting, Irna Minauli kepada wartawan, Minggu (5/1/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan, selain itu, banyaknya masalah-masalah ekonomi dan sosial juga dapat memperparah perilaku ini. Sehingga banyak diantara orangtua yang melampiaskan rasa frustrasi dan kemarahannya kepada sang anak.
"Demikian pula masalah yang mereka alami dalam hubungannnya dengan pasangan, seperti pertengkaran dengan pasangan atau perceraian, maka pelampiasan kemarahan juga sering diarahkan kepada anak," jelasnya.
Menurut Irna, kurangnya nilai budaya seseorang juga membuat anak menjadi pelampiasan kemarahan. Ia menjelaskan, longgarnya sistem nilai, khususnya yang menyangkut norma-norma budaya telah membuat banyak orang kehilangan empati.
"Sehingga mereka melihat anak sebagai objek pelampiasan kemarahan maupun seksualnya," ucapnya.
Khusus anak yang menjadi korban pencabulan, sambung dia, biasanya pelaku kerap menjadikan tontonan pornografi sebagai alasan utama. "Paparan pornografi membuat banyak orang kemudian menjadi predator bagi anak-anak yang belum memahami masalah seksual," jelasnya.
Ia menerangkan, korban kekerasan umumnya mengalami post-traumatic stress disorder yang jika tidak ditangani dengan tuntas maka akan menimbulkan masalah hingga masa remaja dan dewasanya. Anak yang mendapatkan kekerasan seksual akan menjadi trauma hingga berkepanjangan. Beberapa cirinya, seperti adanya mimpi buruk, lintasan ingatan (flashback) yang berulang tentang kejadian, serta adanya kemunduran pada perilaku mereka (mengalami regresi).
"Selain itu, secara kognitif mereka juga mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, sehingga dapat berpengaruh buruk pada prestasi sekolahnya," sebutnya.
Irma melanjutkan, bila hal ini tidak dapat diatasi, para korban bakal bisa menjadi pelaku kekerasan Anak untuk berikutnya. Apalagi anak merupakan korban yang paling gampang untuk melampiaskan kemarahan atau nafsu dari para pelaku.
"Ya kalau tidak ditangani maka hal ini akan terus bergulir, khususnya pada kasus kekerasan seksual pada anak. Tidak mustahil mereka juga akan menjadi predator-predator baru ketika mereka remaja dan dewasa nanti," pungkasnya.