Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Ada yang cukup menyita perhatian masyarakat Kota Medan belum lama ini pada Kamis siang hari (28/11/201. Pemerintah Kota (Pemko) Medan melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan menggelar razia Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Secara singkat, Perda itu mengatur soal larangan merokok di tujuh kategori tempat yang termasuk ke dalam KTR, yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum.
Razia tersebut berhasil menjaring belasan orang yang kedapatan merokok di KTR. Mereka semua langsung disidang. Tak main-main, sebuah tenda berwarna hijau tua yang bertempat di sekitar halaman luar Masjid Raya Medan sengaja didirikan menjadi lokasi persidangan. Di dalamnya sudah dipersiapkan jaksa dan hakim untuk melakukan Sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring). Salah seorang perokok yang terjaring dalam razia mengaku membayar denda sebesar 30 ribu rupiah atas ulahnya itu (Kumparan, 28/11/2019).
Patut Didukung
Sebagai seseorang yang bukan perokok, saya sepenuhnya mendukung pelaksanaan razia seperti itu. Dari segi aturan hukum, sesuai dengan yang dijabarkan dalam Perda Nomor 3 Tahun 2014, setiap orang berhak atas udara yang bersih dan sehat serta bebas dari asap rokok. Bagi saya poin inilah yang selama ini sering diabaikan oleh para perokok. Mereka bisa dengan bebas sesuka hatinya mengepulkan asap rokok di tempat-tempat umum tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya.
Bagi perokok yang cukup koperatif, mereka mungkin mau mematikan rokoknya atau pergi mencari ruangan khusus untuk merokok ketika diperingatkan. Tapi bagi yang keras kepala, imbauan untuk tidak merokok bisa jadi akan memicu konflik yang dapat menjurus pada perkelahian fisik.
Mungkin dari persepsi para perokok, larangan ini akan menjadi hal yang memberatkan. Sebab mengubah kebiasaan yang sudah mendarah daging tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi, jika benar-benar berpikir secara logis, seharusnya para perokok itu akan setuju mengingat dampak buruk yang diakibatkan oleh asap rokok, baik terhadap orang yang merokok sendiri maupun yang tidak (perokok pasif). Lagipula, bukankah salah satu pengertian hukum adalah bersifat memaksa?
Dan yang harus dipahami betul adalah bahwa Perda ini sama sekali bukan dimaksudkan untuk melarang orang untuk merokok. Merokok boleh-boleh saja sepanjang itu dilakukan di luar KTR. Ini penting demi kebaikan bersama sekaligus untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi orang-orang yang tidak merokok.
Dan kategori area-area mana saja yang masuk dalam KTR pun menurut saya sudah sangat tepat. Di dalam Bab IV Perda itu bahkan ketujuh kategori KTR tadi dijabarkan secara lebih rinci lagi. Mari kita ambil satu contoh. Untuk tempat proses belajar mengajar, misalnya, meliputi sekolah, perguruan tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja, bimbingan belajar, tempat kursus dan tempat proses belajar mengajar lainnya.
Jika menilik keadaan di lapangan, tidak sedikit sekolah yang guru-guru atau para pegawainya secara leluasa merokok di dalam kawasan sekolah. Ironisnya, tanpa bermaksud membela, ketika ada murid yang ketahuan merokok, maka yang bersangkutan akan dihukum. Bisa berupa peringatan keras, panggilan kepada orang tua atau dirumahkan (skorsing) untuk beberapa waktu. Ini tentu tidak memberikan rasa keadilan.
Apalagi jargon pendidikan karakter yang mencakup semua jenjang pendidikan kita menitikberatkan pada keteladanan. Bagaimana mungkin kita bisa mengharapkan anak-anak didik untuk menjauhi rokok sementara setiap harinya mereka disuguhi pemandangan merokok oleh guru-guru mereka sendiri? Mungkin karena kurangnya soal keteladanan ini jugalah yang menjadi penyebab banyak pelajar tanpa sungkan merokok begitu keluar beberapa meter dari lokasi sekolah. Dan perlu diketahui, Perda ini sudah sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak didukung apalagi dalam ruang lingkup pendidikan.
Konsistensi dan Kesadaran
Meskipun saya mendukung 100% soal KTR ini, ada baiknya Pemko dan jajarannya melakukan sosialisasi secara lebih aktif dan menyentuh setiap lapisan masyarakat. Dilansir dari laman detikcom, Sekretaris Satpol PP Kota Medan, Rakhmat Harahap mengklaim telah melakukan sosialisasi jauh-jauh kepada warga sebelum razia dilakukan.
Sementara berdasarkan pengakuan salah satu warga yang terkena razia, Ronald Fernando Pasaribu yang berprofesi sebagai supir angkutan umum, ia belum pernah mendengar pemberitahuan mengenai Perda tersebut.
Ini menjadi tugas tambahan bagi Pemko Medan untuk terus gencar melakukan sosialisasi. Pemasangan spanduk-spanduk saja tidak akan cukup. Pemko juga harus melakukannya lewat penyuluhan-penyuluhan ke masyarakat secara langsung guna memastikan semua warga mendapatkan informasi yang utuh. Sebab jika razia langsung dilakukan tapi informasi belum tersampaikan secara maksimal, masyarakat bisa merespon dengan sikap resistan.
Selain itu, penegakkan Perda ini harus dilakukan dengan komitmen dan konsistensi yang tinggi. Artinya apa? Pertama, ketika Satpol PP, Dinas Kesehatan dan Dinas Perhubungan bisa dengan tegas melakukan razia seperti pada Kamis (28/11/2019) silam di mana belasan orang yang terjaring merupakan masyarakat biasa, sikap yang sama juga harus bisa ditunjukkan ketika, katakanlah, orang-orang dengan kedudukan tinggi di instansi tertentu, baik negeri maupun swasta, kedapatan merokok di KTR.
Kedua, jangan sampai pula petugas-petugas yang melakukan razia justru ikut-ikutan melanggar. Sekarang ini, segala tindak tanduk manusia bisa dengan muda direkam dan menjadi viral di masyarakat. Kalau sampai hal-hal tersebut sampai terjadi, seperti yang sering kita dengar, penegakkan Perda ini akan kembali memperburuk citra hukum negeri ini yang sering mendapatkan sindiran “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.
Pada intinya, setiap orang dituntut untuk memiliki kesadaran tinggi. Seberapa rutin pun razia digelar, tetap saja para petugas memiliki keterbatasan baik dari segi jumlah personil ataupun waktu untuk melakukan pemantauan.
Masyarakat awam diminta untuk benar-benar menaati aturan ini ketika sosialisasi sudah benar-benar dilakukan. Para pejabat publik, aparat kepolisian, anggota dewan, guru-guru, dosen-dosen dan tokoh-tokoh masyarakat juga harus menunjukkan ketegasan dan sikap taat hukum guna memberikan panutan bagi seluruh anggota masyarakat. Hanya dengan cara-cara demikianlah Perda ini nantinya tidak akan terkesan menjadi aturan formalitas belaka.
Dengan demikian adagium “peraturan dibuat untuk dilanggar” yang sangat akrab di telinga orang Medan pun perlahan-lahan akan bisa dihilangkan. Dan pada akhirnya kita akan berhasil mewujudkan Kota Medan sebagai Kawasan Tanpa Rokok.
===
*Penulis adalah kolumnis lepas, guru SMP/SMA Sutomo 2 Medan dan dosen PTS
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya orisinal, belum pernah dimuat dan tidak akan dimuat di media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 4.000-5.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected].