Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbinisdaily.com-Medan. Dijuluki "Seruling Sang Guru" pemusik tradisi Batak yang piawai bermain seruling (sulim, dalam bahasa Batak-red) Martogi Sitohang, sejak lama punya impian menjadikan seruling bambu, sejajar dengan alat musik lainnya di dunia internasional. Bahkan, ia bermimpi mmenggantikan rekorder dengan seruling.
Bukan sekadar semangat universalisme, gagasan itu menurutnya sebagai bagian dari upaya mengembangkan kreativitas dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dijelaskannya, seandainya setiap sekolah menjadikan seruling sebagai pengganti rekorder, tentu dampaknya bisa dirasakan bersama. Apalagi setiap daerah di Indonesia memiliki seruling dengan penyebutan dan teknik permainan yang berbeda.
"Saya bukan benci dengan musik barat, tapi kalau memang mau membangkitkan ekonomi dan kreativitas masyarakat Indonesia, kenapa bukan seruling yang diajarkan di sekolah-sekolah," jelasnya saat berbincang dengan medanbisnisdaily.com, di Caldera Coffee, Jalan Sisingamangaraja Medan, Minggu sore (12/1/2020).
Martogi membayangkan, jika setiap pelajar, khususnya di Tanah Batak diwajibkan belajar sulim maka akan tercipta potensi ekonomi baru, dimana pemusik-pemusik tradisi Batak mendapat ruang. Begitu juga dengan pembuat alat musik akan bangkit ekonominya.
"Boleh saja rekorder tetap diajarkan, tapi jangan melupakan milik sendiri. Lagipula kalau rekorder yang diajarkan, siapa yang diuntungkan, tentu industri pembuat rekorder yang dari Jepang atau Cina. Dampaknya ke Indonesia tidak ada," kata pendiri Komunitas Seruling Nusantara ini.
Lebih lanjut, Martogi yang sejak beberapa tahun terakhir membina ribuan pelajar dari berbagai kabupaten di Kawasan Danau Toba (KDT) berharap, dukungan pemerintah terutama dinas pendidikan untuk menggerakkan sekolah-sekolah menggelar event musik di sekolahnya masing-masing. Musik yang ditampilkan tentunya sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing.
"Kalau pun tidak bisa per kecamatan, kenapa tidak per kabupaten. Coba kita bayangkan di Sumut ini ada 33 kabupaten/kota. Seandainya setiap kabupaten/kota menggelar even musik khas daerahnya, ekonomi kreatif dengan sendirinya akan bergerak. Potensi itu sangat mungkin diinisiasi oleh dinas pendidikan," kata Martogi yang baru pulang pentas dari Papua ini.