Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Terkait Putusan MK Nomor : 18/PUU-XVII/2019, tanggal 6 Januari 2020 disebutkan penerima hak fidusia atau kreditur tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi ke Pengadilan Negeri, hal itu dinilai sudah sangat tepat. Maka apabila debt collector dan leasing mengabaikan putusan tersebut, maka mereka dapat diancam pidana.
"Bisa diancam dengan delik Pasal 368 KUH Pidana tentang perampasan dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara jo Pasal 365 KUH Pidana (Pencurian dengan Kekerasan) jo Pasal 378 KUH Pidana tentang "Bedrog atau penipuan", karena putusan MK ini final dan mengikat, tanpa adanya upaya hukum, banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali," tegas advokat, M. Sa'i Rangkuti, SH MH saat dikonfirmasi, Senin (20/1/2020) pagi.
Menurut M. Sa'i Rangkuti, putusan MK tersebut sudah sangat tepat dan bijaksana, karena kalau dilihat sebelum adanya putusan MK ini, banyak konsumen atau debitur diperlakukan tidak wajar dan tak jarang sampai-sampai debt collector melakukan perampasan di jalanan, bahkan perilaku debt collector selama ini diduga kuat sudah bertindak seperti "Bandit-bandit jalanan".
"Seperti melakukan ancaman dan melakukan penarikan paksa kepada konsumen dan bahkan melakukan perampasan Unit dari rumah konsumen tanpa izin pemilik rumah, dengan dalih adanya surat kuasa dari leasing," bebernya.
Dikatakan M. Sa'i Rangkuti, namun semua jangan lupa pada saat membuat perjanjian dan ditandatangani oleh konsumen atau debitur untuk mengambil kendaraan dari showrrom dengan menyanggupi membayar angsuran kendaraan tiap bulannya.
"Apabila konsumen tidak menjalankan perjanjian apa yang sudah disepakati di dalam isi perjanjian tersebut, maka apabila terjadi wanprestasi atau "cidera janji" sehingga konsumen harusnya sadar kalau tidak mampu lagi untuk menjalankan kewajibannya kepada leasing sampai waktu yang sudah disepakati dan mengembalikan Unit kendaraan tersebut secara sukarela agar tidak semakin membebani konsumen itu sendiri, hal inilah yang dinamakan 'eksekusi sukarela'," jelas Ketua DPD IPHI ini lagi.
Sehingga, tambahnya lagi, perusahaan leasing boleh melakukan eksekusi tanpa lewat pengadilan sepanjang konsumen atau debitur rela, atas unitnya diambil kembali oleh pihak leasing, sebagaimana "Jaminan Fidusia" sebagai payung hukum yang telah mengaturnya.
"Oleh karena itu konsumen selaku debitur, sebagaimana berdasarkan Perjanjian Kontrak, yang ditandatangani bersama antara leasing selaku kreditur dan konsumen selaku debitur, haruslah sama-sama taat asas, sesuai kesepakatan perjanjian bersama yang ditandatangani dengan kesadaran sendri tanpa adanya paksaan dari pihak lain, juga harus berkomitmen dan apabila tak sanggup lagi membayar kewajiban kepada pihak leasing, maka sepatutnya konsumen selaku debitur haruslah merelakan untuk menyerahkan Unit sepeda motor atau mobilnya dengan kerelaan dikarenakan Wanprestasi kepada kreditur atau pihak leasing," pungkas M. Sa'i Rangkuti, advokat kondang ini.