Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Virus corona terbaru yang kini mewabah oleh para pakar diberi sebutan 2019-nCoV. Sebelumnya dunia menghadapi juga ancaman virus corona lain dalam bentuk penyakit severe acute respiratory syndrome (SARS) dan Middle East respiratory syndrome (MERS).
Virus SARS, MERS, dan nCoV, punya beberapa perbedaan meski masih satu keluarga. Misalnya saja dari sisi penularan dan tingkat kematian.
Mana yang paling berbahaya? Berikut rangkuman dari berbagai sumber laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO):
1. SARS
WHO menyebut virus SARS pertama kali diidentifikasi di China pada tahun 2003. Sumbernya diduga dari kelelawar yang kemudian berpindah ke musang lalu antarmanusia.
Kala itu SARS menyebar ke 26 negara menginfeksi lebih dari 8.000 orang dan 774 di antaranya meninggal dunia.
"Kematian akibat SARS biasanya terjadi setelah beberapa minggu sakit. Pemulihan total mungkin memakan waktu lama," kata WHO.
WHO memprediksi rata-rata tingkat kematian karena SARS sekitar 14 persen sampai 15 persen.
2. MERS
WHO menyebut MERS pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi pada tahun 2012. Studi melihat virus corona penyebab MERS ini berasal dari unta.
MERS lebih sulit menular antarmanusia karena seseorang hanya akan terinfeksi bila melakukan kontak fisik dekat dengan orang yang sakit.
"Sebagian besar kasus penularan MERS terjadi dalam fasilitas kesehatan. Oleh karena itu sejauh ini tidak ada penularan manusia ke manusia yang terjadi secara luas di bagian dunia mana pun," tulis WHO.
Meski angka kasusnya lebih sedikit dari virus corona lain, WHO memprediksi sekitar 35 persen pasien dengan MERS meninggal dunia. Artinya untuk saat ini MERS jadi virus corona yang paling mematikan.
3. 2019-nCoV
Masih banyak hal yang belum diketahui tentang virus corona baru ini. Sudah lebih dari 1.000 orang dikonfirmasi terinfeksi oleh virus dan 41 di antaranya meninggal dunia.
Beberapa ahli menduga 2019-nCoV punya sifat yang lebih menular namun dengan tingkat mortalitas rendah. Laporan terakhir dari WHO pada 23 Januari 2020 hanya sekitar 4 persen pasien dengan nCoV di Wubei, China, meninggal.(dth)