Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Saya tiba-tiba teringat Poda na Lima, suatu nasihat turun temurun di tanah Batak. Dia dikenal di Toba, Mandailing dan Angkola, walau tanpa SK bupati atau gubernur. Dia berbenih di masyarakat, lalu tumbuh menjadi kearifan lokal tanpa undang-undang formal.
Di tengah kecamuk serbuan virus Corona di banyak negara, saya kira jika Poda na Lima diterapkan bisa menyumbang ketahanan kesehatan penduduk.
“Paias” berarti bersihkan. “Paias Roham” berart “bersihkan hatimu” berada di urutan pertama. Hati memang benteng manusia dalam menjalani kehidupan. Memelihara hal-hal yang baik di dalam pikiran dan jauh dari segala pemikiran yang negatif. Misalnya tidak suka menyebarkan kebohongan alias hoak. Tidak sok tahu tentang Corona, lalu seenaknya membuat cuitan di media sosial.
Kedua, “Paias Pamatangmu” atau “Bersihkan Tubuhmu.” Tak hanya mencuci tangan atau memakai masker ketika ada serangan asap akibat kebakaran hutan. Tapi juga membersihkan seluruh tubuh mulai dari ujung jari kaki hingga rambut. Juga membersihkan ketiak, dan maaf, termasuk liang-liang dalam tubuh.
Mudah-mudahan yang tubuhnya besih akan terhindar dari segala bibit penyakit dan kuman. Apalagi dibarengi pola hidup yang sehat.
“Paias Paheanmu” atau “Bersihkan Pakaianmu.” He-he, maaf jangan celana atau rok tampak modis, tapi celana dalam tak diganti berhari-hari. Dari luar keren tapi di dalam apak.
Termasuk juga kebersihan aksesoris, seperti sepatu, kutang, kaos dalam hingga jilbab. Semua bagai perisai yang menjaga dari serangan kuman dan hama.
Masih ada “Paias bagasmu” atau “Bersihkan Rumahmu.” Lantai, dinding, tempat tidur, kamar mandi semua bersih berseri dan rapi. Sirkulasi udara terjaga.
Tidak terbatas pada rumah saja. Juga kantor, rumah ibadah, sekolah hingga pasar tradisionaal dan pusat perbelanjaan.
“Paias alamanmu” atau “Bersihkan Pekarangan Rumahmu.” Jangan biarkan sampah berserakan. Termasuk air parit di depan rumah harus mengalir. Tidak tergenang yang mengundang penyakit.
Danau Toba
Saya kira juga termasuk lingkungan di sekitar rumah atau pemukiman. Galakkanlah gotong royong yang kini sudah mulai langka. Bagaimana dengan sungai yang membelah Kota Medan dan di berbagai kota di Sumatera Utara?
Ah, masih banyak yang membuang sampah ke Sungai Deli, atau Batang Ayumi di Padang Sidimpuan. Menjadi “jamban besar” pula.
Bagaimana dengan Danau Toba? Aduh, masih mencemaskan dan menjengkelkan. Hotel-hotel masih mengalirkan limbahnya ke Danau Toba. Belum lagi keramba jaring apung yang kontrovesial. Penuh debat tapi penanggulangannya jalan di tempat.
Bagaimana dengan warga di seratusan desa di bibir pantai Danau Toba? Apakah masih membuang limba ke danau. Apakah sudah memiliki jamban dengan septitank tersendiri. Pola peternakan di desa pun harus melakukan pengolahan limbah ternak dan tidak membuang limbahnya ke danau.
Jangan biarkan Poda na Lima hanya menjadi kebanggaan kearifan lokal. Tapi mewujud di masyarakat, bukan cuma talking-talking.