Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Di tengah kehawatiran penyebaran virus corona yang hampir mencapai tiga bulan hingga saat ini, telah meruntuhkan banyak pondasi ekonomi rumah tangga masyarakat Indonesia, mulai dari yang bergerak dan bekerja sebagai pedagang, pekerja seni, entertaiment hingga sektor pariwisata, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor industri.
Hampir 2,5 juta kasus PHK yang teridentifikasi di Indonesia, 65.000 kasus di antaranya di Sumatra Utara. Sebanyak 150 lebih perusahaan yang melaporkan PHK atau merumahkan karyawan yang didominasi sektor industri, jasa dan pariwisata. Dan kemungkinan akan terus bertambah karena masih tingginya angka penyebaran Covid-19, yang otomatis akan memperlama kebijakan pembatasan sosial.
Program Kartu Prakerja sebagai salah satu jaring pengaman sosial di tengah gelombang PHK yang tinggi, dengan program pelatihan online dengan melibatkan delapan penyedian layanan (provider), menjadi polemik dan dianggap tidak tepat sasaran, bahkan terkesan sebagai penghamburan uang negara. Berpotensi menjadi ladang permainan dan kecurangan dalam pelaksanaannya.
Kebijakan program pelatihan online seharusnya bukan menjadi prioritas dan sangat tidak relevan dengan tingginya angka PHK dan banyaknya pekerja informal yang kehilangan pekerjaan. Karena saat ini yang sangat dibutuhkan adalah bagaimana masyarakat atau korban PHK dapat menghasilkan uang dengan memperoleh pekerjaan di tengah kebijakan pembatasan sosial.
Program kartu prakerja yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada akhir periode pertama, sejatinya ditangkap masyarakat, sebagai cara atau jalan untuk membuka lapangan pekerjaan, dengan meningkatkan keahlian dan keterampilan usia produktif bagi yang belum mendapat pekerjaan, terutama di sektor pembinaan, etos kerja, disiplin, dan motivasi, hingga keterampilan teknis.
Program yang lahir dari kesadaran bahwa sekolah dan termasuk perguruan tinggi banyak yang menghasilkan lulusan yang belum mampu siap bekerja secara teknis. Program yang diharapkan akan memperkuat peran Balai Latihan Kerja (BLK) yang ada pada Dinas Tenaga Kerja di tingkat kabupaten kota, dengan perbaikan program dan kualitas instruktur, hingga bekerja sama dengan lembaga swasta yang bisa memberikan pelatihan dengan mutu teruji.
Pelatihan Online Jauh Panggang dari Api
Namun di tengah pandemi Covid-19, program kartu prakerja dengan metode pelatihan online seperti menjadi program yang jauh panggang dari api. Dengan dana Rp 5,6 triliunyang dikucurkan pemerintah dan dominan berisi program pelatihan online yang terkait dengan industri digital, seperti bagaimana cara menulis, membuat atau mengedit video, membuat konten Youtube, dan sebagainya.
Pemerintah membayar sejuta rupiah untuk satu pemilik kartu prakerja, padahal isi dari pelatihan tersebut dapat dipelajari di banyak situs yang tersedia secara gratis. Dan dana tersebut masuk ke kantong para pengusaha digital, sementara pencari kerja tidak mendapatkan lapangan pekerjaan dan tidak mendapat keterampilan baru sebagai modal produktif.
Pesona investasi dan industri digital mungkin tengah merasuki sebagian besar pengambil kebijakan, termasuk Presiden Joko widodo, dengan perkembangan ekonomi kreatif dan berbagai perusahaan start up. Terutama "unicorn" atau perusahaan start up yang mendapat suntikan modal besar dari investor karena dianggap punya potensi besar untuk berkembang.
Perkembangan start up atau unicorn dengan masuknya investasi memang perlu dukungan, tetapi juga harus melihat kebutuhan yang lebih besar daripada sekadar keinginan dan pesona industri digital. Karena sejatinya investasi melalui start up atau unicorn punya kesamaan dengan investasi saham di bursa efek. Di mana valuasi perusahaan bisa digelembungkan untuk meraup untung, kemudian dikempeskan.
Belajar dari aplikasi layanan online seperti Gojek dan Grab, yang sangat booming dalam beberapa tahun terakhir, dengan diawali ledakan penghasilan melalui bonus dan insentif bagi driver yang sangat menggiurkan, dan tergusurnya secara cepat atau perlahan ojek pangkalan, becak, perusahaan taksi, angkutan umum.
Namun belakangan dengan alasan persaingan antar unicorn nilai bonus dan insentif serta pendapatan driver jauh menurun. Sementara, jutaan orang telah menginventasikan modalnya lewat investasi kendaraan dan tenaga menjadi driver. Namun keuntungan terbesar berada di tangan pemilik aplikasi dengan segala kebijakan parsial yang tidak melibatkan pemilik modal (kendaraan, tenaga, waktu), yaitu driver.
Di tengah kebijakan pembatasan sosial kenapa pemerintah tidak melirik industri rumah tangga sebagai sumber ekonomi masyarakat, terutama ketika banyak orang kehilangan pekerjaan. Industri dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang dan bisa dari anggota keluarga, seperti industri kerajinan tangan, pengolahan makanan, hingga perakitan untuk bahan industri yang lebih besar.
Industri rumah tangga mungkin bisa menjadi salah satu solusi dalam menghadapi krisis ekonomi yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19, karena industri rumah tangga memungkin orang tetap berada di rumah dan bekerja, serta menghasilkan barang jadi atau setengah jadi. Dan pemerintah bisa berfokus pada bagaimana mengatur dan membuka jalur distribusi hasil industri atau perakitan.
Atau memberikan insentif kepada korban PHK yang mau bertani dengan lahan yang disediakan pemerintah sebagai bentuk dukungan terhadap regenerasi petani, sekaligus langkah efektif dalam program pencetakan sawah baru, yang diprogramkan oleh Presiden Joko Widodo.
Sehingga program pencetakan sawah baru mampu membuka lapangan pekerjaan, menanggulangi kemiskinan, sekaligus langkah re-distribusi lahan bagi masyarakat. Dan kebijakan fasilitas pencetakan sawah baru seharusnya diarahkan sepenuhnya langsung kepada petani atau orang yang mau bertani, bukan kepada perusahaan negara (BUMN).
Mutu SDM sebagai Pondasi
Kebijakan yang mungkin akan selaras dengan pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu, memberikan pekerjaan yang layak bagi rakyat, karena dengan pekerjaan itulah orang bisa sejahtera. Dan mendasarkan kebijakan pada pasal 33 dimana kekayaan alam dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat. Sehingga ketersediaan sumber daya alam dapat diakses oleh rakyat, dan diatur negara, atau sederhananya pengelolaan dan akses sumber daya alam yang diatur negara untuk memastikan kesejahteraan atau minimal mengikis kemiskinan.
Maka program kartu prakerja seharusnya bertujuan pada penguatan modal utama bangsa, yakni kualitas tenaga kerja yang memiliki keterampilan dan keahlian untuk mengelola kekayaan alam yang diatur negara. Bukan dengan memberikan tenaga kerja kepada mekanisme pasar seperti program pelatihan online yang saat ini ditawarkan.
Belajar dari para pendahulu terutama, era Pemerintahan Presiden Soekarno yang menyekolahkan ribuan mahasiswa indonesia, dengan harapan melahirkan sumber daya manusia yang mampu mengelola dan menjadikan bahan baku dari kekayaan alam, menjadi industri dalam negeri sebagai pondasi perekonomian Indonesia.
Karena bagi Presiden Soekarno, hanya dengan kualitas dan kapabilitas SDM yang tinggi, ekonomi berdikari bisa terjadi, yakni mampu mengelola kekayaan alam menjadi kekuatan industri dalam negeri, yang dikerjakan dengan modal dan tenaga kerja sendiri, dan memanfaatkan pasar global yang luas sebagai jalur distribusi produksi tanpa harus menjadi hamba investasi.
===
Penulis Direktur Eksekutif Perhimpunan Suluh Muda Indonesia (SMI)/penggiat HAM dan Demokrasi
===
medanbisnisdaily.com menerima tulisan (artikel) terkait isu-isu aktual masalah ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Tulisan hendaknya ORIGINAL, belum pernah dimuat dan naskah yang sama TIDAK DIKIRIMKAN ke media lain, disertai dengan lampiran identitas (KTP/SIM), foto (minimal 700 px dalam format JPG) dan data diri singkat (dicantumkan di akhir tulisan). Panjang tulisan 5.000-6.000 karakter. Tulisan sebaiknya tidak dikirim dalam bentuk lampiran email, namun langsung dimuat di badan email. Kirimkan tulisan Anda ke: [email protected]