Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Penanganan Covid-19 DPRD Sumut, Ahmad Hadian, sedari awal kurang sependapat dengan rencana Pemprov Sumut yang ingin menyalurkan bantuan sosial (Bansos) kepada masyarakat terkena dampak sosial penyebaran virus corona dalam bentuk paket sembako. Ia berpendapat bantuan dalam bentuk paket sembako berpotensi terjadinya penyelewengan. Sebab, akan ada selisih harga.
"Kalau saya pribadi menilai bantuan tersebut disalurkan bukan dalam paket sembako, tapi dalam bentuk uang tunai, seperti BST (Bantuan Sosial Tunai) dari Kementerian Sosial yang juga diberikan dalam bentuk uang tunai," ujarnya ketika dihubungi, Jumat (15/5/2020) malam.
"Di lapangan khususnya dapil (daerah pemilihan) meliputi Asahan, Tanjungbalai dan Batubata, para kepala desa dan masyarakat yang saya temui ketika reses memang lebih suka menerima uang ketimbang paket sembako," jelasnya.
Ada dua keuntungan, kata dia, ketika masyarakat diberikan uang tunai. Pertama, ekonomi masyarakat akan tumbuh dan berkembang. "Uang yang diterima masyarakat tentu akan diberikan kebutuhan pokok ke sejumlah pedagang yang ada disekitarnya, tentu di sana ekonomi akan tumbuh, uang akan berputar," urainya.
Keuntungan kedua, lanjut dia, yakni meminimalisir praktek kecurangan dalam hal pengadaan paket sembako. "Beli dalam jumlah kecil dan jumlah besar tentu berbeda, ada cashback. Nah itu yang diuntungkan hanya kelompok-kelompok tertentu. Sedangkan masyarakat kecil tidak," bebernya.
Informasi diperoleh Hadian, bahwa ada beberapa daerah yang menerima bantuan dalam bentuk uang dan ada juga daerah yang bantuan diberikan dalam bentuk paket sembako.
"Kenapa berbeda seperti ini, kan bahaya, kenapa tidak diseragamkan saja. Saya berpendapat lebih baik pemberian paket sembako dibatalkan dan dialihkan dalam bentuk penyaluran uang tunai," pungkasnya.
BACA JUGA: HIMMAH Temukan Mark Up Hingga Rp 27,6 M Pengadaan Paket Sembako Pemprov Sumut
Seperti diberitakan, diduga ada kebocoran hingga belasan miliar dalam pengadaan sembako oleh Pemprov Sumut untuk dibagikan kepada masyarakat yang terdampak penyebaran virus corona. Ada selisih Rp14.535.686.000 dalam pembelian paket sembako untuk 1.321.426 KK tersebut.
Ketua Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Sumut, Hendra Hidayat, mengatakan, paket sembako yang disalurkan Pemprov Sumut bernilai Rp 225.000/paket/KK.
"Kami membaca keterangan dari Kepala BPBD bahwa sembako yang akan dibagikan itu ada 4 item. Kalau kita gunakan harga kedai sebelah rumah saja dari sembako itu, beras 10 kg dihargai Rp 104.000, gula 2 kg dihargai Rp 36.000, minyak 2 kg dihargai Rp 24.000, dan mie instan Rp 50.000 untuk 20 bungkus, totalnya masih Rp 214 ribu. Padahal harga satu paket sembako itu kan Rp. 225.000," ujar Hendra Hidayat, Jumat (15/5/2020).
"Di situ saja selisihnya sampai Rp 11.000 per paket sembako. Jadi Rp 11.000 dikali 1.321.426 KK, maka ada selisih Rp 14.535.686.000. Bagaimana dengan selisih harga yang cukup besar ini," tanya dia.
Menurutnya, hitungan harga yang disampaikannya berdasarkan perkiraan harga di grosir eceran. Namun, harga bisa ditekan ketika membeli dalam jumlah besar ke toko besar atau langsung perusahaan pasti selisihnya lebih besar lagi.
"Makanya sejak awal kita duga Pemprov bisa untung miliaran dari pembagian sembako ini jika dihitung dengan 1,3 juta paket yang akan dibagikan," imbuhnya.
Hendra menilai Pemprov tetap akan meraih untung miliaran meski sebahagian bantuan diserahkan melalui pemerintah kabupaten/jota. Untuk itu, pihaknya meminta agar Pemprov Sumut transparan dalam penggunaan dana bantuan sembako ini.
"Kalaupun ada sebagian melalui Pemkab atau Pemkot, ya tetap masih untung miliaran. Coba saja dihitung sendiri, pakai harga kedai yang kami sampaikan tadi saja. Untuk itu kita minta agar Pemprov Sumut membuka data anggaran yang digunakan untuk bagi sembako secara terang benderang. Biar masyarakat bisa mengawasi secara langsung," jelas Hendra.